FORCLIME
Forests and Climate Change ProgrammeTechnical Cooperation (TC Module)
Select your language
Landak irian atau Ekidna (Zaglossus bruijnii) adalah satwa liar endemik Tanah Papua yang dikategorikan rentan (vulnerable) oleh IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources), organisasi internasional yang bergerak di bidang konservasi alam dan pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan. Ekidna tergolong dalam monotremata atau mamalia bertelur. Dalam kegiatan moni-toringnya, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua Barat tidak pernah menemukan sat-wa ini sehingga keberadaannya tidak dapat dipastikan. Satwa ini dianggap populasinya menurun. Namun untuk mengetahui kepastiannya, perlu dilakukan kajian.
Oleh karenanya, BBKSDA Papua Barat, didukung FORCLIME, melakukan survei Ekidna di wilayah kerja BBKSDA, yaitu di Kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Beriat. Survei dilaksanakan pada tanggal 17 Oktober – 1 November 2022. Lokasi survei difokuskan di tiga kampung di sekitar TWA Beriat, yaitu: Srer, Aibobor dan Wehali. Survei dilakukan dengan menggunakan metoda wawancara dan pengamatan langsung.
Sebelum pelaksanaan survei, pelaksana yang terlibat dalam kegiatan survei Ekidna ini diberi pelatihan ter-lebih dahulu. Tujuannya adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam melakukan in-ventarisasi landak irian melalui observasi langsung dan survei sosial. Pelatihan untuk survei identifikasi Ekidna dilaksanakan pada tanggal 14 hingga 16 Oktober 2022. Peserta pelatihan terdiri dari:
- Enam staf BBKSDA Papua Barat.
- Empat siswa magang FORCLIME.
- Satu staf FORCLIME.
- 10 orang dari tiga kampung lokasi survei.
- Dua orang dari Universitas Papua (Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan dan D3 Konservasi Fakultas Kehutanan).
Dalam pelatihan, peserta mendapatkan panduan untuk mengeksplorasi satwa yang disurvei serta panduan untuk melakukan survei lapangan atau observasi dan survei sosial. Metode observasi dilakukan dengan teknik pengamatan langsung dan identifikasi jejak. Sedangkan survei sosial menggunakan teknik wa-wancara langsung khususnya informan kunci di kampung, misalnya kepala kampung, tokoh adat, tokoh agama, dan pencari landak. Selain mendapatkan teori, peserta juga melakukan praktik lapangan, yaitu di Kampung Srer dan TWA Beriat.
Tindak lanjut dari kegiatan ini adalah menganalisis data hasil survei yang kemudian dituangkan dalam sebuah laporan. Hasil survei Ekidna ini selanjutnya dapat menjadi referensi, tidak hanya bagi para peneliti tetapi juga para pihak lainnya.
Untuk informasi yang lebih lanjut, silakan hubungi:
Nita Yohana, Advisor bidang pengelolaan hutan lestari dan koordinator Provinsi Papua Barat
Mohammad Sidiq, Manajer bidang strategis, pengelolaan hutan lestari dan koordinator Provinsi Papua dan Papua Barat
Melanjutkan diskusi awal kajian pengembangan kebijakan nasional bioekonomi hutan di Indonesia, Bappenas melakukan serangkaian FGD untuk mendapatkan pandangan dari para pihak terkait potensi bioekonomi, salah satunya dengan para pelaku industri yang berkaitan dengan pengolahan hasil hutan. FORCLIME mendukung pelaksanaan diskusi dengan pelaku industri tersebut pada tanggal 1 November 2022 di Bogor yang juga dilakukan secara daring.
Pertemuan dibuka oleh Dr. Nur Hygiawati Rahayu, ST, MSc selaku Direktur Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air, Bappenas, dan dilanjutkan dengan pemaparan para pakar dari Insitut Teknologi Bandung yang memperkenalkan tujuan dan ruang lingkup kajian. Para narasumber pada pertemuan ini adalah perwakilan dari Perum Perhutani, Gabungan Perusahaan Karet Indonesia, dan PT Riau Andalan Pulp & Paper.
Beberapa poin penting yang disampaikan oleh para narasumber adalah terkait garis besar kinerja industri pengolahan komoditas-komoditas yang mereka kelola, seperti getah pinus, kayu putih, karet, serta produk-produk turunan yang sedang atau akan dikembangkan. Tantangan besar juga disampaikan oleh para narasumber, seperti kurang bersaingnya hasil produksi dengan bahan baku impor, yang secara ekspor juga kurang kompetitif dibandingkan produk dari negara lain. Khusus untuk karet, 90% dari perkebunan karet didominasi oleh perkebunan rakyat, dan karena kebutuhan yang mendesak, seringkali, petani tidak mau menunggu usia tanam karet yang lama. Hal ini menyebabkan perkebunan menjadi kurang produktif, apalagi harga karet alam yang pada saat ini sangat rendah sehingga petani lebih memilih komoditas lain untuk dikembangkan. Oleh karena itu, diperlukan dukungan dari pemerintah untuk menjaga kontinuitas produksi dari petani.
Pesan penting untuk ditindaklanjuti dari diskusi adalah pentingnya pengembangan produk turunan untuk menggenjot kembali kinerja industri hasil hutan serta mendukung pengembangan bioekonomi. Selain itu, perlu dilakukan identifikasi akar permasalahan setiap komoditas dari hulu ke hilir dan strategi penyelesaiannya, serta analisis komoditas yang paling menguntungkan dari segi ekonomi dengan pengolahan yang optimal. Klasterisasi produk juga penting untuk dilakukan untuk menentukan potensi pengembangan produk di masing-masing daerah di Indonesia, baik dalam skala kecil maupun skala besar.
Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:
Nurdita Rahmadani, Advisor Junior Bidang Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan
Pipin Permadi, Advisor Senior dan Liaison Officer FORCLIME
Wandojo Siswanto, Manajer Strategis untuk Kebijakan Kehutanan dan Perubahan Iklim
Kelompok tani hutan di Kampung Wasur dan Kampung Yanggandur telah memanfaatkan dan mengelola hasil hutan bukan kayu (HHBK) di wilayah traditional kawasan Taman Nasional Wasur. Dalam rangka penguatan kelola lembaga dan kelola wilayah di masing-masing kampung, pihak Taman Nasional Wasur, didukung FORCLIME, mengadakan pelatihan bagi anggota kelompok tani hutan. Dengan harapan setiap anggota mengerti peran dan tanggung jawabnya dalam mendukung kegiatan pengelolaan HHBK. Dalam pelatihan tersebut juga diberi pengetahuan bagaimana menjalin komunikasi antar anggota sehingga pengorganisasian kelompok bisa lebih baik. Selain itu, peserta pelatihan juga mendapatkan pengetahuan mengenai tata administrasi kelompok, agar mereka memiliki aturan kelompok yang disepakati bersama, pembagian hasil usaha.
Dari sisi kelola wilayah, peserta mendapat pengetahuan mengenai bagaimana mengelola wilayah untuk memanfaatkan HHBK secara lestari. Selain itu, karena mereka beraktivitas di dalam kawasan Taman Nasional Wasur, maka mereka juga diberi materi terkait dengan zonasi kawasan konservasi, dimana masyarakat boleh mengelola di zona tradisional. Dalam pelatihan juga didiskusikan mengenai nilai-nilai kearifan lokal yang dapat diimplementasikan untuk mengelola wilayah. Misalnya sistem buka tutup suatu wilayah, yang disebut Sasi, yaitu sistem hukum lokal yang memuat larangan dan kewajiban untuk mengambil atau mengambil potensi sumber daya alam jenis tertentu untuk jangka waktu tertentu. Nilai-nilai kearifan lokal seperti ini dapat diterapkan sebagai bagian dalam upaya menjaga Taman Nasional Wasur.
Dalam pelatihan peserta mempraktikkan membuat peta sketsa wilayah kerja kelompok untuk produk yang dihasilkan. Terkait dengan pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan, peserta mendapat pengetahuan mengenai praktik-praktik pemanfaatan yang lestari, misalnya panen bergilir daun minyak kayu putih, tidak menebang pohon kayu putih, tidak mengambil habis daun kayu putih dalam satu pohon.
Pelatihan untuk peningkatan kapasitas anggota kelompok tani hutan di Kampung Yanggandur dilaksanakan pada 17 hingga 18 Oktober 2022 di Balai Kampung Yanggandur. Sedangkan pelatihan di Kampung Wasur dilaksanakan pada 20 sampai 21 Oktober 2022 di Balai Kampung Wasur.
Tindak lanjut pelatihan ini adalah kelompok tani hutan untuk melengkapi kelengkapan organisasi, administrasi, selain itu, melengkapi peta sketsa wilayah kelola masing-masing kelompok.
Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:
Theodora F. Resubun, Advisor pengelolaan hutan lestari dan Koordinator Provinsi Papua
Mohammad Sidiq, Manajer bidang strategis, Pengelolaan hutan lestari dan Koordinator Provinsi Papua dan Papua Barat
Didukung oleh: | |