FORCLIME
Forests and Climate Change ProgrammeTechnical Cooperation (TC Module)
Select your language
Dalam rangka menyusun rencana pemanfaatan ruang dan potensi kawasan hutan di Provinsi Papua, Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Papua, didukung FORCLIME, mengadakan pertemuan untuk menyusun Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi (RKTP) pada tanggal 22 November 2022 di Jayapura. Dokumen RKTP merupakan rencana yang berisi arahan-arahan makro pemanfaatan dan penggunaan spasial atau ruang dan potensi kawasan hutan untuk pembangunan kehutanan dan pembangunan di luar kehutanan yang menggunakan kawasan hutan serta perkiraan kontribusi sektor kehutanan di wilayah provinsi untuk jangka waktu 20 tahun.
“RKTP merupakan dokumen perencanaan sektor kehutanan jangka panjang di Papua, disusun secara sinkron dengan Rencana Kehutanan Tingkat Nasional dan juga perlu memperhatikan kedudukan dan keterkaitannya dengan Rencana Pembangungan Jangka Panjang, Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah”, kata Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Papua, Jan Jap L. Ormuseray, S.H., M.Si., dalam sambutannya pada acara tersebut. “Selain itu penyusunan RKTP juga harus sekaligus menyesuaikan dengan kebijakan-kebijakan terbaru pasca terbitnya Undang-Undang Cipta Kerja dan Undang-Undang Otonomi Khusus”, lanjutnya.
Pertemuan ini, selain diikuti oleh perwakilan dari bidang-bidang di Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (DKLH) Papua, juga dihadiri oleh Bappeda Provinsi Papua, unit pelaksana teknis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang ada di Provinsi Papua, serta mitra lokal di provinsi tersebut.
Dalam pertemuan tersebut dihadirkan beberapa narasumber yang memberikan materi sebagai pedoman dalam penyusunan RKTP, sebagai berikut:
Setelah pertemuan ini, Tim Teknis DKLH kembali mengadakan FGD pada hari berikutnya untuk mempertajam isu-isu strategis yang telah diidentifikasi pada hari sebelumnya. Selain itu, Tim Teknis juga membahas ketersediaan data dan menyusun tata waktu penyelesaian dokumen Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi Papua.
Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:
Theodora F. Resubun, Advisor pengelolaan hutan lestari dan Koordinator Provinsi Papua
Mohammad Sidiq, Manajer bidang strategis, Pengelolaan hutan lestari dan Koordinator Provinsi Papua dan Papua Barat
Sarang semut (Myrmecodia spp) merupakan tumbuhan yang banyak ditemukan di Tanah Papua yang dipercaya memiliki berbagai manfaat untuk kesehatan. Kata ‘Myrmecodia’ berasal dari bahasa Yunani yang berarti ‘dikerumuni semut’. Karena bentuknya bolong-bolong dan memang dijadikan sarang oleh semut. Masyarakat di Kampung Wendi di Kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat, telah menjual sarang semut sejak lama dalam bentuk bongkahan kering secara langsung kepada penadah di Kota Sorong. Dalam rangka peningkatan ekonomi penduduk kampung yang berada di sekitar kawasan hutan dan peningkatan kapasitas masyarakat untuk mengelola sumber daya, Dinas Kehutanan Papua Barat dan didukung FORCLIME, mengadakan pelatihan membuat teh dari Myrmecodia atau teh sarang semut. Sarang semut (Myrmecodia spp.) merupakan salah satu potensi hasil hutan bukan kayu di Kampung Wendi yang selama ini dikelola sebagai obat tradisional. Pelatihan diberikan kepada tiga kelompok tani hutan di Kampung Wendi, yaitu Wendi 1, Wendi 2, Lembah Hijau. Pelatihan, diikuti oleh 116 orang (54 laki-laki dan 62 perempuan), dilaksanakan selama dua hari pada tanggal 28 hingga 29 November 2022. Peserta, selain diajarkan cara membuat teh dari tumbuhan Mymecordia spp, juga diajarkan cara mengemas minuman herbal tersebut sehingga menjadi produk yang siap untuk dijual.
Saat ini, bahan baku pembuatan teh sarang semut diambil dari alam. Untuk menjaga bahan baku yang berkelanjutan, kelompok tani hutan di Kampung Wendi memasukan budidaya sarang semut ke dalam program kerja mereka.
Langkah selanjutnya setelah pelatihan ini adalah pendampingan bagi kelompok tani hutan untuk melakukan uji klinis atas produk yang dihasilkan hingga memperoleh izin penjualan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Fasilitasi juga akan diberikan kepada para kelompok tani hutan untuk dapat memasarkan produksnya melalui pelatihan pemasaran agar dapat mengakses pasar, baik pasar tradisional maupun melalui marketplace.
Untuk informasi yang lebih lanjut, silakan hubungi:
Melanesia Brigite Boseren, Advisor Junior bidang penghidupan (livelihood) pedesaaan, pengelolaan dan konservasi hutan
Nita Yohana, Advisor bidang pengelolaan hutan lestari dan koordinator Provinsi Papua Barat
Mohammad Sidiq, Manajer bidang strategis, pengelolaan hutan lestari dan koordinator Provinsi Papua dan Papua Barat
Sebagai upaya pemberdayaan masyarakat kampung binaan, bersama Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Sorong Selatan, FORCLIME mengadakan pelatihan budidaya lebah madu bagi kelompok tani hutan di dua kampung dukungan di Provinsi Papua Barat, yaitu Wendi dan Haha yang terletak di Kabupaten Sorong Selatan. Kegiatan pelatihan tersebut dilaksanakan pada tanggal 21 – 22 November 2022 di Kampung Wendi, dan 23 – 24 November 2022 di Kampung Haha. Peserta pelatihan adalah tiga kelompok tani hutan dari Kampung Wendi (Wendi 1, Wendi 2, Lembah Hijau) dan tiga dari Kampung Haha (Imian, Sesna and Nagi).
Para peserta mendapat pelatihan dari ahli lebah madu tanpa sengat, Dr Mahani, SP., M.Si., dari Fakultas Teknik Industri Pertanian, Universitas Pajajaran. Jenis lebah madu tanpa sengat yang diperkenalkan dalam pelatihan ini adalah dari species Tetragonula biroi dan Heterotrigona itama.
Selama pelatihan, para peserta mendapatkan pengetahuan, termasuk:
1. Teknik budidaya lebah trigona unggul.
2. Mengenal dan memilih lebah tanpa sengat untuk budidaya.
3. Teknik pembuatan ‘stup’ atau kotak untuk budidaya lebah.
Dalam pelatihan, para peserta mempraktikkan cara membuat kotak untuk budidaya lebah (stup). Selain itu, mereka juga mendapatkan pengetahuan lain berdasarkan pengalaman ahli dalam budidaya lebah madu, termasuk prospek ekonomi budidaya madu.
Dalam bahasa setempat, lebah tanpa sengat disebut ‘hok’ sedangkan lebah dengan sengat disebut ‘towa’. Penduduk setempat telah menggunakan madu ‘hok’ sejak zaman dahulu, namun belum membudidayakan untuk tujuan komersial. Oleh karena itu, melalui pelatihan ini, mereka mendapatkan ilmu untuk mengembangkan budidaya lebah yang memiliki prospek secara ekonomi. Sehingga kedepannya dapat dijadikan pendapatan tambahan bagi mereka.
Untuk informasi yang lebih lanjut, silakan hubungi:
Melanesia Brigite Boseren, Advisor Junior bidang penghidupan (livelihood) pedesaaan, pengelolaan dan konservasi hutan
Nita Yohana, Advisor bidang pengelolaan hutan lestari dan koordinator Provinsi Papua Barat
Mohammad Sidiq, Manajer bidang strategis, pengelolaan hutan lestari dan koordinator Provinsi Papua dan Papua Barat
Didukung oleh: | |