FORCLIME
Forests and Climate Change ProgrammeTechnical Cooperation (TC Module)
Select your language
Sebagai salah satu upaya untuk berbagi pengalaman dan juga memotivasi Kelompok Tani Hutan (KTH) di Papua dalam rangka pengembangan wisata alam, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua, Balai Taman Nasional Wasur bersama FORCLIME memfasilitasi KTH dari kampung Tablasupa, Dosai, Maribu, Pasir 6, Yanggandur dan Wasur mengunjungi Desa Wisata Blimbingsari di Kabupaten Jembrana, Bali. Kunjungan yang dilaksanakan pada tanggal 3 September 2022 ini adalah salah satu agenda dalam rangka menghadiri dan mengadakan pameran dalam perayaan Hari Konservasi Alam Nasional, yang tahun ini diselenggarakan di Taman Nasional (TN) Bali Barat.
Dalam kunjungan studi ini, peserta didampingi oleh pendamping kampung wisata dari TN Bali Barat, bapak Nana Rukmana. Rombongan diterima dengan sangat hangat oleh Perbekel (sebutan lokal untuk kepala desa) Blimbingsari, bapak I Made John Ronny, di Kantor Desa Blimbingsari.
Desa Blimbingsari merupakan desa wisata yang pengelolaannya berbasis masyarakat (community-based tourism). Di desa ini tidak boleh dibangun hotel atau restoran, semua pelayanan wisata termasuk penginapan (guest house) dan makanan dilakukan oleh masyarakat desa. Dengan pendampingan dari Taman Nasional Bali Barat, Desa Blimbingsari ini menjadi salah satu tempat untuk penangkaran jalak bali (Leucopsar rothschildi). Burung jalak bali hasil penangkaran akan dikembalikan ke alam. Kegiatan ini merupakan salah satu daya tarik pengunjung. Desa Wisata Blimbingsari memiliki paket wisata lintas alam, pengunjung dapat menikmati keindahan alam, keunikan budaya sambil mengamati burung jalak bali. Fasilitas lain yang ada di desa wisata ini adalah camping ground yang dapat disewa oleh pengunjung.
Selain itu, Desa Blimbingsari juga merupakan desa tujuan wisata rohani dimana terdapat akulturasi budaya Bali dalam kehidupan masyarakat yang menganut agama Kristen. Hal ini menjadi daya tarik wisata dengan ikon utama bangunan gereja dengan ciri khas arsitektur Bali dan juga tata ibadah yang menggunakan tradisi Bali, termasuk penggunaan alat musik tradisional gamelan Bali dalam tata ibadah di gereja.
Dalam pertemuan tersebut, bapak Made menjelaskan bahwa pengembangan wisata di desa ini didukung penuh oleh pemerintah desa lewat bantuan dan pendampingan serta kerja sama dengan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
Masyarakat di desa ini sangat baik dalam pengelolaan sampah. Sejak masuk gerbang, desa ini terlihat apik dan bersih. Pemilahan sampah sudah dilakukan oleh masing-masing rumah tangga dan penjualan sampah dilakukan lewat Bank Sampah. Penyadaran akan pentingnya kebersihan mulai ditanamkan pada anak-anak lewat bangku sekolah, selain itu, keberhasilan membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya kebersihan juga berkat peran pemuka agama lewat kotbah di gereja.
Dari kunjungan studi ini, KTH Papua berdiskusi dan mendapatkan informasi langsung dari Kepala Desa Blimbingsari tentang bagaimana mengelola kelompok, dukungan kampung terhadap kelompok, sistem pemesanan paket wisata. Salah satu pembelajaran yang menarik adalah pembagian hasil antara masyarakat, retribusi untuk TN Bali Barat dan BUMDes sudah dilakukan lewat aplikasi. Sehingga sejak tiket dipesan oleh tamu, pembagian retribusi sudah terdistribusi kepada masing-masing pihak. Dengan demikian, pembagian hasil menjadi lebih transparan.
“Senang sekali bisa terlibat dalam kegiatan ini, sangat menginspirasi dan memotivasi saya dalam melakukan pengembangan ekowisata di Tablasupa. Kampung Tablasupa sebenarnya punya potensi yang tidak kalah dengan potensi yang saya lihat di Bali, hanya saja pengelolaan dan kesadaran dari kelompok yang masih harus ditingkatkan. Semoga dengan pendampingan dari BBKSDA dan FORCLIME pelan-pelan pengembangan ekowisata yang dilakukan di kampung Tablasupa bisa lebih baik,” kata Orpa Kisiwaytouw dari Kelompok Pecinta Alam Tablasupa.
Untuk informasi yang lebih lanjut, silakan hubungi:
Theodora F. Resubun, Advisor pengelolaan hutan lestari dan Koordinator Provinsi Papua
Mohammad Sidiq, Manajer bidang strategis, Pengelolaan hutan lestari dan Koordinator Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat
Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua, Balai Taman Nasional Wasur bersama FORCLIME memfasilitasi Kelompok Tani Hutan (KTH) dari kampung Tablasupa, Dosai, Maribu, Pasir 6, Yanggandur dan Wasur menghadiri perayaan Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) 2022. Perayaan ini merupakan acara tahunan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yang tahun ini diadakan di Taman Nasional Bali Barat pada tanggal 31 Agustus sampai 2 September 2022 dengan tema Amertha Taksu Abhinaya, yang artinya memulihkan alam untuk masyarakat sejahtera. Acara ini dibuka oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan berbagai agenda, termasuk talkshow dan pameran yang diikuti oleh taman nasional dan balai konservasi dari seluruh Indonesia.
Melalui stan Taman Nasional Wasur, KTH binaan menampilkan hasil hutan bukan kayu (HHBK) dari Kampung Wasur dan Yanggandur. Produk-produk yang ditampilkan termasuk teh sarang semut, madu dari jenis lebah trigona, minyak buah merah, minyak VCO, minyak kayu putih, minyak kemiri bakar, abon ikan gabus, kerupuk ikan gabus. Selain itu, juga ditampilkan anggrek hasil budidaya kelompok masyarakat dari Kampung Wasur dan Kampung Dosai. Berbagai jenis anggrek dipamerkan di dalam stan Taman Nasional Wasur, seperti anggrek macan, anggrek kribo, anggrek johanis, anggrek kelinci, dll. Perwakilan dari Kampung Dosai, ibu Agustina Kwano, menyerahkan anggrek kribo (Dendrobium spectabile) kepada Sekjen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Dr. Bambang Hendroyono.
Selama perayaan HKAN berlangsung, perwakilan kelompok masyarakat juga mengikuti talkshow dan mendapatkan wawasan dan inspirasi dari para penggiat konservasi yang menjadi nara sumber pada acara tersebut. Salah satu nara sumber adalah ibu Ida Ayu Rusmarini, penerima Kalpataru tahun 2020, yang berbagi informasi dan inspirasi bagaimana ibu Ida memulai dan melakukan budidaya tanaman obat dan tanaman langka. Selain itu, kelompok masyarakat binaan juga berbagi informasi dan pengalaman dengan peserta pameran lainnya yang mengembangkan produk-produk HHBK dan jasa lingkungan.
Para perwakilan kelompok masyarakat binaan juga mengikuti field trip sebagai salah satu rangkaian acara perayaan HKAN tahun ini. Lokasi yang dikunjungi adalah tempat penangkaran jalak bali (Leucopsar rothschildi) di Taman Nasional Bali Barat. Mereka juga mengunjungi lokasi ekowisata di Pulau Menjangan dan Plataran Menjangan yang dikelola oleh swasta. Dalam kunjungan ini perwakilan masyarakat terutama dari kampung Tablasupa, Pasir 6 dan kampung Wasur yang juga mengembangkan ekowisata sangat antusias dan banyak berdiskusi dengan pengelola ekowisata dan juga dengan pendamping masyarakat dari Taman Nasional Bali Barat.
“Saya berterima kasih kepada FORCLIME, karena melalui kunjungan ini saya bisa melihat produk-produk HHBK kelompok lain dari berbagai daerah dan juga dapat berdiskusi dengan mereka. Sehingga menambah motivasi terutama untuk mengembangkan produk lain selain anggrek yang selama ini saya tekuni”, kata Agustina Kwano, perwakilan dari Kampung Dosai.
Untuk informasi yang lebih lanjut, silakan hubungi:
Theodora F. Resubun, Advisor pengelolaan hutan lestari dan Koordinator Provinsi Papua
Mohammad Sidiq, Manajer bidang strategis, Pengelolaan hutan lestari dan Koordinator Provinsi Papua dan Papua
Dengan kondisi hutan tropis yang masif dan luas, Indonesia memiliki keanekaragaman hayati dan potensi bioekonomi yang besar. Bioekonomi hutan ini berpotensi untuk berkontribusi ke sektor-sektor lain, seperti energi, pangan, dan farmasi. Namun demikian, pemahaman dari berbagai pemangku kepentingan dan penelitan terkait bioekonomi hutan ini masih sangat terbatas. Oleh karena itu, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas melakukan kajian untuk mengoptimalkan pemanfaatan bioekonomi hutan untuk jangka panjang.
FORCLIME memfasilitasi kick-off meeting kajian tersebut, yang dilaksanakan pada tanggal 19 Agustus 2022 di Sentul, Jawa Barat. Pertemuan dibuka oleh Dr. Nur Hygiawati Rahayu, ST, MSc selaku Direktur Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air, Bappenas, dan dilanjutkan oleh pemaparan para pakar dari Insitut Teknologi Bandung. Selama diskusi, dibahas berbagai potensi bioekonomi yang dapat mendukung transisi dari perekonomian berbasis fosil menuju perekonomian berbasis sumber daya nabati. Oleh karena itu, riset dan penggunaan inovasi teknologi untuk meningkatkan nilai tambah dari hasil hutan menjadi hal yang sangat penting untuk dieksplorasi. Selain itu, diperlukan data yang komprehensif terkait Hasil Hutan Bukan Kayu dari hulu ke hilir.
Di bulan September, serial diskusi dengan para pihak terkait akan dilaksanakan, mulai dari para akademisi, kementerian/lembaga terkait, BUMN, LSM, dan pihak swasta.
“Kita mengharapkan kajian ini dapat memberikan gambaran bagaimana memanfaatkan potensi-potensi di hutan dengan melihat situasi saat ini di Indonesia, baik kondisi di tingkat tapak, regulasinya, maupun pendanaannya. Kita akan memproyeksikan kebutuhan 20 tahun ke depan dan harapannya hasil studi ini bisa memberikan masukan untuk Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2026-2045,” kata Ibu Nur Hygiawati Rahayu.
Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:
Nurdita Rahmadani, Advisor Junior Bidang Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan
Pipin Permadi, Advisor Senior dan Liaison Officer FORCLIME
Wandojo Siswanto, Manajer Strategis untuk Kebijakan Kehutanan dan Perubahan Iklim
Didukung oleh: | |