FORCLIME
Forests and Climate Change ProgrammeTechnical Cooperation (TC Module)
Select your language
Dalam rangka menyiapkan pelaksanaan program prioritas tahun 2022, Universitas Ottow Geissler dan FORCLIME mengadakan pertemuan koordinasi pada tanggal 24 Mei 2022 di Ruang pertemuan Rektorat Universitas Ottow Geissler, Jayapura, Papua. Pertemuan dibuka oleh Rektor Universitas Ottow Geissler Papua (UOGP), Dr Jerry Sawai, M.Si., dan membahas perkembangan program yang telah diinisiasi bersama, antara lain:
- Pembangunan laboratorium GIS, sebagai center of excellent UOGP. Ruangan yang akan digunakan sebagai laboratorium center of excellent dan kelembagaan yang melibatkan seluruh fakultas di UOGP telah disusun.
- Hutan Pendidikan Nyei Toro: struktur kelembagaan pengelolaan hutan pendidikan yang melibatkan UOGP, Pemda dan masyarakat adat Necheibe sedang disiapkan.
- FORCLIME akan menerima dua mahasiswa dalam program magang tahun 2022 melalui proses seleksi. Program magang ini akan terintegrasi dengan metoda Merdeka Belajar, Kampus Merdeka (MBKM).
- UOGP telah mempersiapkan organisasi himpunan mahasiswa jurusan (Sylva UOGP) menjadi anggota International Forestry Student Association (IFSA). Semua persyaratan telah dilengkapi dan diserahkan untuk proses registrasi.
“Program FORCLIME sangat strategis dan mendukung pengembangan program di Universitas Ottow Geissler Papua melalui peningkatan kapasitas,” kata Wakil Rektor I, George M. Satya, M.Sc., PhD.
Untuk informasi yang lebih lanjut, silakan hubungi:
Theodora F. Resubun, Advisor pengelolaan hutan lestari dan Koordinator Provinsi Papua
Mohammad Sidiq, Manajer bidang strategis, Pengelolaan hutan lestari dan Koordinator Provinsi Papua dan Papua Barat
Dalam rangka menyiapkan pelaksanaan program prioritas bersama FORCLIME, Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Papua (Dinas KLH) mengadakan pertemuan koordinasi dengan FORCLIME pada 22 Mei 2022 di ruang pertemuan kantor Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) XXI di Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua. Pertemuan yang dibuka oleh Kepala Bidang Perencanaan Dinas KLH, Dr. Estiko Tri Wiradyo, SH. M.Si., dihadiri pula oleh perwakilan dari KPHP XXI Mamberamo-Sarmi dan KPHP XXIII Sarmi.
Dalam arahannya, Dr. Estiko menjelaskan bahwa selama ini dukungan terhadap KPH lebih diprioritaskan kepada KPH Model seperti KPHL Biak Numfor. Dengan adanya FORCLIME, dukungan untuk memperkuat KPH juga dilakukan di KPHP XXI dan KPHP XXIII. Di kedua KPHP tersebut, FORCLIME akan mendukung dari sisi teknis untuk perbaikan tata kelola, selain itu, juga mendukung pengembangan hasil hutan bukan kayu (HHBK). Kedua KPHP tersebut diharapkan kedepannya akan menjadi contoh di wilayah utara Papua.
Dalam paparannya, Plt Kepala KPHP unit XXIII Sarmi, Henoch Kende, menjelaskan bahwa selain wilayah teresterial, wilayah KPHP XXIII juga meliputi wilayah kerja di lima pulau dengan potensi ekowisata sebagai spot pemancingan dan lokasi bertelur penyu. Potensi lain adalah pengembangan ekowisata untuk air terjun dan juga pemanfaatan HHBK lainnya seperti pemanfaatan daun gaharu untuk membuat teh gaharu, madu Trigona. Selain itu, pemanfaatan hasil hutan yang cukup tinggi di wilayah ini adalah damar, merbau dan juga pemanfaatan taman satwa liar (TSL) seperti burung yang memiliki potensi cukup tinggi namun perlu dilakukan pendataan lebih lanjut. KPHP XXIII juga direncanakan sebagai sumber pembibitan gaharu.
Kepala seksi perencanaan KPHP Unit XXI lintas Mamberamo Sarmi, Debora Sawen, menjelaskan bahwa di KPHP XXI terdapat potensi pengembangan HHBK seperti minyak buah merah dan olahan kue kering sagu. Selain itu terdapat potensi ekowisata seperti air terjun, pemandian air panas namun masih perlu diikembangkan untuk menjadi obyek wisata dengan melakukan publikasi dan juga design ekowisata.
Dukungan FORCLIME yang akan dilaksanakan antara lain:
- Bimbingan teknis penyusunan rencana pengelolaan hutan (RPHJP).
- Kajian biogeofisik kawasan yang akan dilakukan secara bertahap, menyesuaikan dengan ketersediaan dana FORCLIME.
- Pelatihan kepemimpinan bagi tingkat manajer di KPH dan Dinas KLH.
- Pelatihan digital marketing untuk memperkuat Gallery Kreatif Kehutanan sehingga dapat mendukung penjualan hasil hutan bukan kayu dari KPHP XXI dan KPHP XXIII yang selama ini dipasarkan lewat Galeri Kreatif Kehutanan.
- Penyusunan masterplan pengembangan ekowisata di wilayah Sarmi.
“Dukungan FORCLIME terutama dalam kajian keanekaragaman hayati dan potensi di KPHP XXI akan sangat bermanfaat dalam proses perencanaan di KPHP XXIII, sehingga penyusunan dokumen RPHJP dilakukan berdasarkan potensi yang ada”, kata Henoch Kende, Plt Kepala KPHP XXIII.
Untuk informasi yang lebih lanjut, silakan hubungi:
Theodora F. Resubun, Advisor pengelolaan hutan lestari dan Koordinator Provinsi Papua
Mohammad Sidiq, Manajer bidang strategis, Pengelolaan hutan lestari dan Koordinator Provinsi Papua dan Papua Barat
Pada tahun 2018, Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu melakukan revisi zonasi untuk mengakomodasi zona tradisional seluas 25.229,6 hektare sebagai ruang kemitraan konservasi dengan masyarakat lokal. Zona tradisional merupakan bagian dari kawasan konservasi yang ditetapkan untuk masyarakat yang mempunyai ketergantungan atas sumber daya alam, seperti pangan (budidaya tradisional) dan hasil hutan bukan kayu, yang telah mereka lakukan secara turun temurun. Setelah dilakukan revisi zonasi, Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu (Balai Besar TNLL) membuat kerja sama kemitraan konservasi dengan desa-desa di sekitar kawasan melalui Lembaga Pengelola Konservasi Desa (LPKD) yang dibentuk oleh kepala desa. Adanya kerja sama kemitraan konservasi merupakan wujud pemberian hak kepada masyarakat di sekitar Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) untuk mengakses pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK), budidaya tradisional dan pemanfaatan jasa lingkungan untuk menyokong kehidupan masyarakat. Sampai dengan tahun 2021 Balai Besar TNLL telah menjalin kerja sama kemitraan konservasi dengan 56 desa. Tujuh diantaranya di Kabupaten Sigi, yang meliputi desa-desa: Pakuli Utara, Pakuli, Simoro, Omu, Tuva, Lawua dan Toro.
Bentuk kerja sama yang tertuang dalam kesepakatan konservasi masyarakat (KKM) melahirkan hak dan kewajiban bagi Balai Besar TNLL dan masyarakat mitra. Masyarakat yang terlibat kerja sama kemitraan konservasi berkewajiban, bersama Balai Besar TNLL, menjaga kawasan taman nasional dan berkewajiban memenuhi persyaratan lainnya yang tertuang dalam perjanjian kerja sama, antara lain melakukan peningkatan sumber daya manusia untuk mendukung pengelolaan TN Lore Lindu dan konservasi keanekaragaman hayati, memelihara fasilitasi pendukung dalam pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, budidaya tradisional, pemanfaatan sumber daya perairan untuk jenis yang tidak dilindungi dan wisata alam terbatas.
Sedangkan Balai Besar TNLL memiliki kewajiban memberi arahan dan supervisi kegiatan teknis dan melaksanakan monitoring dan evaluasi atas kegiatan yang tercantum di dalam perjanjian kerja sama. Monitoring bertujuan untuk mengetahui perkembangan dan kemajuan, identifikasi permasalahan, serta antisipasi pemecahan masalah dalam pelaksanaan kemitraan konservasi masyarakat. Untuk itu, Balai Besar TNLL melakukan evaluasi atas KKM yang ada di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah pada tanggal 2 – 3 Juni 2022.
Hasil evaluasi yang dilaksanakan selama dua hari tersebut menunjukkan bahwa kepengurusan LPKD masih berjalan namun tidak seaktif ketika masih ada pendampingan, bahkan di Pakuli Utara, Simoro, Lawua terjadi adanya perubahan kepengurusan LPKD, dan di beberapa LPKD perlengkapan masih digunakan namun ada yang sudah tidak diketahui keberadaannya. Sedangkan beberapa rumah bibit sudah rusak dan tidak berfungsi setelah bibit yang dipelihara dibagikan kepada anggota LPKD dan masyarakat lainnya. Namun ada contoh keberhasilan salah satu LPKD Cinta Lingkungan di desa Simoro yang menanam berbagai jenis tanaman kehutanan bersama tanaman semusim sebagai bagian dari kegiatan usaha LPKD.
Dari hasil evaluasi juga mengusulkan beberapa rekomendasi yang perlu dilakukan, selain memperpanjang beberapa PKS yang sudah habis, yakni: Meningkatkan koordinasi dan kerja sama dengan berbagai pihak guna mempromosikan produk/multi usaha maupun pemasarannya; Perlu mengadakan pertemuan dalam pendampingan di beberapa kelola usaha maupun penguatan kapasitas anggota LPKD dan kelembagaannya; Perbaikan akses atau infrastruktur yang mendukung kegiatan multi usaha. Selanjutnya hasil evaluasi kemudian akan dilaporkan kepada Kepala Balai Taman Nasional Lore Lindu sebagai bahan rujukan rencana induk pemberdayaan masyarakat di sekitar Taman Nasional Lore Lindu sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Nomor P.6/KSDAE/SET/Kum.1/6/2018 tentang Petunjuk Teknis Kemitraan Konservasi pada Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.
Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:
Fikty Aprilinayati, Advisor Bidang Pengelolaan Hutan Lestari dan Pengelolaan Cagar Biosfer
Ismet Khaeruddin, Advisor Senior, Focal Point Keanekaragaman Hayati KFW Forest Program 3 dan Koordinator Provinsi Sulawesi Tengah
Didukung oleh: | |