FORCLIME
Forests and Climate Change ProgrammeTechnical Cooperation (TC Module)
Select your language
Didalam tata kelola yang baik, proses dan hasil kelembagaan yang dihasilkan oleh pemerintah harus memenuhi kebutuhan masyarakat seraya memanfaatkan sumber daya terbaik yang mereka miliki (UNESCAP, 2018). Untuk memastikan hal ini, mekanisme perencanaan dan penganggaran yang baik adalah prasyarat penting untuk melaksanakan kegiatan pemerintah.
Di Indonesia, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) ditugaskan untuk mengatur kegiatan negara dalam sektor lingkungan dan kehutanan, seperti pembuatan kebijakan, pengawasan teknis, konservasi ekosistem dan sumber daya alam, perhutanan sosial, kemitraan lingkungan, adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, pengendalian pencemaran lingkungan, dll. Keberhasilan pelaksanaan kegiatan-kegiatan ini sebagian tergantung pada rencana kerja dan penganggaran yang telah dirumuskan dalam rencana kerja kelembagaan (yaitu Renja K/L dan RKP). Mekanisme KLHK saat ini untuk pengembangan rencana kerja dan penganggaran diatur berdasarkan Peraturan Menteri Nomor: P.01 / Menhut-II / 2006.
Sektor kehutanan dan lingkungan telah mengalami perubahan besar dalam struktur dan kebijakan birokrasi dalam tiga belas tahun terakhir dan peraturan Nomor: P.01/Menhut-II/2006 perlu direvisi. Dengan demikian, mendukung proses revisi peraturan ini dianggap penting untuk meningkatkan sistem perencanaan dan penganggaran di KLHK dan untuk mempromosikan tata kelola yang baik.
Revisi ini juga diperlukan karena perubahan signifikan dalam peraturan nasional di sektor lingkungan dan kehutanan. Di antaranya adalah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor: 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah di mana urusan kehutanan, yang sebelumnya berada di bawah pemerintah kabupaten, menjadi bagian dari tanggung jawab pemerintah provinsi. Oleh karena itu, perencanaan dan penganggaran kegiatan kehutanan di tingkat daerah sekarang juga berada di tangan pemerintah provinsi. Selanjutnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan digabung berdasarkan Peraturan Presiden No. 16/2015 untuk menjadi satu kementerian baru, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sementara, peraturan nomor P.01/Menhut-II/2006 hanya mengatur mekanisme perencanaan dan penganggaran untuk Kementerian Kehutanan.
FORCLIME mendukung dan terlibat dalam proses evaluasi dan revisi Peraturan Menteri P.01/Menhut-II/2006 dengan menyediakan tenaga ahli dan keahlian hingga penetapannya. Setidaknya tiga FGD diadakan selama proses yang didukung oleh FORCLIME. Peraturan yang direvisi tersebut diputuskan pada tanggal 26 Agustus 2019 melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor P.43/MENLHK/SETJEN/SET.1/8/2019 tentang Mekanisme Penyusunan Rencana Kerja dan Penganggaran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Peraturan yang baru tersebut sekarang sejalan dengan semua peraturan pemerintah terkait dengan persiapan rencana kerja menteri dan juga merampingkan mekanisme persiapan dan penganggaran rencana kerja di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Ruang lingkup peraturan ini adalah pertama, mengoordinasikan pengembangan dan implementasi Rencana Kerja Penganggaran (RKA) di lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di tingkat nasional dan sub-nasional dan, kedua, mengembangkan dan merencanakan DIPA. DIPA adalah dokumen implementasi anggaran yang berfungsi sebagai dasar untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran negara dan pencairan dana dari anggaran pemerintah, serta dokumen pendukung lebih lanjut tentang kegiatan akuntansi pemerintah. Selanjutnya, peraturan tersebut memberikan saran tentang langkah-langkah pengembangan rencana kerja dalam bentuk forum koordinasi di tingkat provinsi, regional dan pusat, musyawarah dengan parlemen, pertemuan trilateral dengan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional dan Kementerian Keuangan; dan akhirnya, konsultasi nasional dan rapat koordinasi mengenai perencanaan anggaran. Hasil dari konsultasi nasional dan rapat koordinasi kemudian adalah RKA dan DIPA untuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Pada tahun 2020, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Biro Perencanaan akan menyebarluaskan dan implementasi peraturan yang telah direvisi tersebut dengan dukungan FORCLIME.
Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:
Wandojo Siswanto, Manajer bidang strategis, kebijakan kehutanan dan perubahan iklim
Mohamad Rayan, Advisor teknis lintas bidang dan pengelolaan konflik
Dokumen rencana kehutanan jangka panjang Indonesia, disebut Rencana Kehutanan Nasional (RKTN), periode 2011-2030 telah diterbitkan pada tahun 2011 melalui Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.49/Menhut-II/2011 tanggal 28 Juni 2011. Dengan diterbitkannya Undang-Undang No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan topik-topik terkait kehutanan strategis lainnya di tingkat nasional, regional dan global maka RKTN perlu disesuaikan dan direvisi.
Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan mengoordinasi proses evaluasi dan revisi RKTN melalui diskusi serial, pembaruan data dan informasi, serta diskusi publik dan konsultasi dengan berbagai pihak dan pemangku kepentingan. Rencana tersebut dikembangkan sebagai rencana berbasis spasial untuk menunjukkan situasi terkini kawasan hutan negara dan memberikan arahan dalam pemanfaatannya. Keterlibatan pemangku kepentingan dalam proses penyusunan rencana tersebut dilakukan di tingkat nasional dan sub-nasional.
Sumber: RKTN 2011-2030
FORCLIME mendukung dan terlibat dalam proses evaluasi dan revisi RKTN dengan menyediakan tenaga ahli dan keahlian hingga penetapannya. Revisi pertama RKTN 2011-2030 dikeluarkan pada tanggal 31 Juli 2019 melalui peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (No.P.41/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2019). Dengan demikian, Rencana tersebut menjadi pedoman umum dan referensi bagi pembangunan kehutanan Indonesia. Penyebarluasan RKTN tersebut dilakukan pada 6 November 2019 yang dihadiri oleh sekitar 200 peserta dari kementerian dan para pemangku kepentingan terkait di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta.
Pasal 1 Rencana Kehutanan Tingkat Nasional 2011-2030 berisi arahan makro pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan untuk pengembangan kehutanan dan pembangunan lainnya yang menggunakan kawasan hutan pada skala nasional untuk jangka waktu dua puluh tahun.
Visi Rencana Kehutanan Nasional tersebut adalah “Tata kelola kehutanan untuk berfungsinya system penyangga kehidupan bagi kesejahteraan masyarakat”. Visi tersebut kemudian dibagi menjadi beberapa misi berikut: 1) Menciptakan lahan hutan yang memadai; 2) Mereformasi tata kelola hutan; 3) Melakukan pengelolaan hutan multi-manfaat yang berkelanjutan; 3) Meningkatkan keterlibatan masyarakat dan akses ke pengelolaan hutan; 4) Meningkatkan daya dukung lingkungan; dan 5) Memperkuat posisi kehutanan di tingkat nasional, regional, dan internasional.
Sumber: RKTN 2011-2030
Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, dalam kata pengantar revisi RKTN 2011-2030, menyatakan bahwa revisi ini memiliki arti penting dalam mengevaluasi kinerja pengelolaan dan pengembangan kehutanan; menyesuaikan perkembangan paradigma dan tantangan, strategi nasional, regional dan global; keselarasan dengan hukum dan peraturan yang relevan; reformasi pengelolaan kehutanan hingga tahun 2030 dan referensi bagi para pihak dalam pelaksanaan pengelolaan dan pengembangan kehutanan hingga tahun 2030. Lebih lanjut disampaikan ucapan terima kasih atas dukungan yang diberikan oleh para pihak, termasuk GIZ, yang telah berkontribusi dalam menyelesaikan revisi Rencana Kehutanan Nasional (RKTN) 2011-2030.
Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:
Wandojo Siswanto, Manajer bidang strategis, Kebijakan kehutanan & perubahan iklim
Mohamad Rayan, Advisor teknis lintas bidang dan pengelolaan konflik
Taman Hutan Raya Bukit Soeharto
Berdasarkan SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 1231 tahun 2017, Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto memiliki luas 64.814,98 hektare. Wilayahnya berada dibawah administrasi pemerintahan Kabupaten Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara di Provinsi Kalimantan Timur. Saat ini, pengelolaan Tahura Bukit Soeharto dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Tahura Bukit Soeharto, sesuai dengan Pergub Kalimantan Timur No 101 Tahun 2016.
Sejarah Kawasan
1982 | SK Menteri Pertanian No.818/ Kpts/Um/II/1982 | Areal hutan seluas 27.000 hektare ditetapkan sebagai Hutan Lindung (HL) Bukit Soeharto. |
1987 | SK Menteri Kehutanan No. 245/Kpts-II/1987 | Luas hutan wisata alam Bukit Soeharto menjadi ± 64.850 hektare. |
1990 | Selesai dilakukan Tata Batas oleh BIPHUT Wilayah IV Samarinda dengan luas 61.850 hektare. | |
1991 | SK Menteri Kehutanan No. 270/Kpts-II/1991 | Ditetapkan sebagai Hutan Wisata Bukit Soeharto seluas 61.850 hektare. |
2004 | SK Menteri Kehutanan No.419/Menhut-II/2004 | Ditetapkan menjadi Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto dengan luas 61.850 hektare. |
2009 | SK Menteri Kehutanan No. 577/Menhut-11/2009 | Perubahan luas Tahura Bukit Soeharto menjadi 67.766 hektare |
2017 | Keputusan Menteri Kehutanan 1231 tahun 2017 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Kehutanan No. 577/Menhut-11/2009 | Penetapan Taman Hutan Raya Bukit Soeharto dengan luas 64.814,98 hektare, terletak di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Penajam Paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur. |
Sumber: Dokumen Blok Pengelolaan Taman Hutan Raya Bukit Soeharto di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Penajam Paser Utara Propinsi Kalimantan Timur periode 2019-2028
Di dalam Tahura Bukit Soeharto ditetapkan tiga Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK), yaitu:
(1). KHDTK Penelitian Samboja seluas 3.504 hektare, yang kemudian dikembangkan menjadi Balai Penelitian Teknologi Perbenihan berdasarkan surat keputusan Menteri Kehutanan No. 201/MENHUT-II/2004);
(2). KHDTK Balai Pendidikan dan Latihan (Diklat) Kehutanan Samarinda seluas 4.310 hektare ditetapkan melalui SK Menteri Kehutanan. No. 8815/Kpts-II/2002); dan
(3). KHDTK Pusat Penelitian Hutan Tropis Lembab (PPHT) Universitas Mulawarman seluas 20.271 hektare menurut SK Menteri Kehutanan No. 160/Menhut-II/2004.
Dengan ditetapkan sebagai Taman Hutan Rakyat, kawasan hutan Bukit Soeharto harus dikelola berdasarkan kaidah pengelolaan Kawasan Pelestarian Alam (KPA), yakni mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya (Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.35/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2016 Tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pengelolaan Pada Kawasan Suaka Alam Dan Kawasan Pelestarian Alam).
Dengan demikian, dalam pengelolaannya, Tahura Bukit Soeharto dibagi ke dalam blok-blok pengelolaan sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.76/Menlhk-Setjen/2015 tentang Kriteria Zona Pengelolaan Taman Nasional Dan Blok Pengelolaan Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Hutan Raya Dan Taman Wisata Alam. Selain itu, pembagian blok juga mengacu pada Peraturan Direktur Jenderal Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem Nomor: P.11/KSDAE/SET/KSA.0/9/2016. Pembagian blok-blok pengelolaan disesuaikan dengan kondisi fisik, sosial ekonomi dan budaya masyarakat. Penataan blok pengelolaan Tahura Bukit Soeharto menjadi arahan dalam menyusun rencana pengelolaan jangka panjang (RPJP) untuk 10 tahun kedepan.
Untuk itu, disusun dokumen penataan blok pengelolaan Tahura Bukit Soeharto dengan tujuan sebagai berikut:
Dokumen penataan blok pengelolaan Tahura Bukit Soeharto mencakup hal-hal sebagai berikut:
Dukungan FORCLIME
FORCLIME Kerja Sama Teknis (TC Module) berperan aktif dalam proses penyusunan dokumen bloking TAHURA Bukit Soeharto, mulai dari persiapan (rapat koordinasi, rapat pembahasan); mengadakan konsultasi publik; menyediakan tenaga ahli (ahli GIS untuk melakukan analisis spasial, ahli untuk membantu proses penulisan dan penyuntingan); memfasilitasi penilaian dokumen oleh Tim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Direktorat Pemolaan dan Informasi Konservasi Alam), peningkatan kapasitas staf Tahura Bukit Soeharto melalui coaching clinic penyusunan dokumen perencanaan. Selain itu, FORCLIME juga terlibat aktif dalam upaya percepatan proses pengesahan seperti mendukung proses perbaikan dokumen pasca penilaian, pengawalan proses di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, konsultasi publik dan koordinasi.
Langkah Selanjutnya
Dokumen penataan blok pengelolaan Tahura Bukit Soeharto telah disahkan oleh Direktur Jenderal Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem melalui Surat Keputusan No 415/KSDAE/SET/KSA.0/10/2019 tentang Blok Pengelolaan Taman Hutan Raya Bukit Soeharto, Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Penajam Paser Utara Provinsi Kalimantan Timur. Selanjutnya akan digunakan sebagai arahan dalam menyusun rencana pengelolaan jangka panjang (RPJP) untuk 10 tahun kedepan.
Dukungan FORCLIME selanjutnya adalah fasilitasi penyusunan dokumen Rencana Pengelolaan Jangka Panjang Tahura Bukit Soeharto. FORCLIME berkomitmen untuk berperan aktif dalam penyusunannya seperti proses persiapan (rapat koordinasi, rapat pembahasan); mengadakan konsultasi publik; menyediakan tenaga ahli (ahli GIS untuk melakukan analisis spasial, ahli untuk membantu proses penulisan dan penyuntingan); memfasilitasi penilaian dokumen oleh Tim KLHK (Direktorat Kawasan Konservasi), akan terlibat dalam upaya percepatan proses pengesahan.
Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:
Suprianto, Advisor Teknis Pengelolaan Hutan Lestari
Wandojo Siswanto, Manajer bidang strategis, Kebijakan Kehutanan
Mengacu pada tujuan program, FORCLIME mendukung pengembangan kapasitas Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) dan meningkatkan kondisi kehidupan masyarakat pedesaan. Hal ini dapat dicapai melalui penguatan kualifikasi yang dibutuhkan, misalnya kemampuan kewirausahaan yang berkontribusi bagi pemangku kepentingan lokal yang mengelola sumber daya hutan secara berkelanjutan. Beberapa skema perhutanan sosial telah diberikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yang selanjutnya akan lebih banyak lagi masyarakat lokal yang secara legal berhak untuk mengelola sumber daya hutan secara mandiri.
Karena kewirausahaan adalah bidang yang luas, program yang komprehensif diperlukan untuk mencakup aspek-aspek terpenting kewirausahaan. Termasuk mengidentifikasi komoditas yang sesuai, pengembangan rantai pasokan, cara pengolahan dan pengemasan, pemasaran produk, dan kerja sama di antara petani. Sementara itu, pengaturan bisnis apa pun harus mengarah pada keberlanjutan untuk menciptakan lapangan kerja jangka panjang dan menghasilkan pendapatan secara permanen bagi para pelaku yang terlibat. Untuk memastikan pendekatan praktis, pelatihan harus mencakup teori dan praktik dan pada saat yang sama memberi dukungan pada konsep individu yang fokus pada potensi lokal yang ada dengan merevisi ide-ide bisnis dan mengadakan sesi pendampingan.
Kegiatan ini pada dasarnya bertujuan pada tiga kelompok sasaran:
1. Orang-orang yang mengembangkan bisnis sendiri dan menghasilkan pendapatan, masyarakat lokal melakukan sendiri secara langsung. Perwakilan dari desa yang berbeda harus mengambil pengetahuan yang berguna untuk dibawa pulang, diterapkan secara individual tetapi juga ketika pengganda menyampaikannya kepada anggota masyarakat lainnya.
2. Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) merupakan penyedia layanan publik yang memberikan dukungan teknis kepada pemangku kepentingan lokal dalam semua hal yang memengaruhi pengelolaan hutan lestari dan penggunaan sumber daya alam yang berasal dari dan di sekitar hutan mereka. Untuk layanan penyuluhan seperti ini dibutuhkan kualifikasi komprehensif termasuk kompetensi kewirausahaan.
3. Para guru Pusat Pelatihan Kehutanan Pemerintah Daerah (BDLHK) akan menjadi orang yang bertanggung jawab untuk di masa depan secara teratur memberikan pelatihan kepada staf UPH untuk membekali mereka dengan pengetahuan yang dibutuhkan untuk memenuhi misi konsultasi mereka. Mereka harus berspesialisasi pada topik-topik tertentu untuk meneruskan pengetahuan yang relevan dan bekerja sebagai moderator yang mendukung petugas penyuluh layanan hutan.
Pelaksanaan pelatihan dipercayakan kepada perusahaan konsultan Indonesia, yang memiliki keterampilan dan pengalaman yang diperlukan. Karena peserta biasanya hanya dapat berpatisipasi paling lama seminggu, akibat adanya komitmen dan kewajiban lain, pelatihan harus dibagi menjadi seri pelatihan dengan beberapa modul yang saling membangun. Oleh karena itu seluruh rangkaian acara pelatihan terdiri dari pelatihan dasar selama satu minggu, ditindaklanjuti dengan pelatihan dua hari yang dilaksanakan setelah beberapa minggu pelatihan dasar selesai. Untuk peserta, yang nantinya akan bertindak sebagai pelatih setelah mendapatkan pelatihan, yang akan membagikan pengetahuan mereka kepada orang lain, kursus lanjutan selama satu minggu juga dilakukan.
Komponen-komponen tersebut mencakup berbagai topik yang memungkinkan peserta memperoleh pengetahuan dasar dan mengembangkan model bisnis sederhana. Selama lokakarya dasar, topik-topik berikut dibahas:
Aspek terakhir harus dijabarkan lebih lanjut setelah mengikuti kursus dasar. Apabila komoditas tersedia di area rumah peserta, rencana bisnis harus dikembangkan dan dijabarkan lebih lanjut. Dalam pelaksanaan tindak lanjut kegiatan (“coaching workshop”), konsep ini harus disampaika dan dijustifikasi. Kelompok peserta kemudian harus mempertanyakan konsep dan menunjukkan titik lemah yang ada untuk melakukan pemeriksaan realitas.
Komponen terakhir dari program pelatihan adalah pelatihan lanjutan dengan pendekatan train-the-trainer, yang membahas lebih dalam mengenai permasalahan terkait dengan bisnis. Pengetahuan semacam ini harus diberikan terutama kepada perwakilan KPH dan pusat-pusat pelatihan untuk memperkuat peran mereka sebagai Advisor. Modul pelatihan termasuk topik-topik seperti sebagai berikut:
Pengembangan organisasi merupakan hal yang sangat penting untuk meningkatkan kerja sama dan orientasi strategis umum dari produsen komoditas yang sama. Dengan mendirikan organisasi seperti asosiasi, koperasi atau jenis kerja sama lain yang mewakili kepentingan anggotanya, dimungkinkan untuk mencapai keseimbangan yang adil antara posisi produsen dan pelanggan dan untuk menghindari ketergantungan yang tidak adil.
Semua peserta yang sebagian besar berasal dari Kalimantan Barat dan Kalimantan Utara terlibat dengan motivasi tinggi selama pelatihan. Latihan praktis dengan relevansi tinggi dengan kenyataan di lapangan, dan fokus pada komoditas yang tersedia di daerah, misalnya madu, tengkawang, rotan serta gaharu, kakao dan ekowisata. Karena komoditas tersebut merupakan produk potensial terpilih, maka penelitian dan pengembangan lebih lanjut diperlukan. Meskipun program pelatihannya komprehensif dan intensif selama tujuh hari (pelatihan dasar dan pembinaan) atau 12 hari (termasuk pelatihan lanjutan), namun ada kebutuhan untuk konsultasi lebih lanjut. Kedepannya, kegiatan konsultasi ini akan menjadi salah satu tugas Kesatuan Pengelolaan Hutan. KPH bertugas untuk memberikan saran kepada masyarakat lokal agar tidak hanya mendorong produksi, tetapi juga menciptakan peluang bisnis bagi masyarakat pedesaan serta memberikan konsultasi berkelanjutan untuk penyesuaian yang diperlukan terhadap perubahan lingkungan bisnis. Oleh karenanya, mereka harus diberi informasi terkini dan didukung oleh pusat pelatihan hutan daerah (Balai Diklat Lingkungan Hidup dan Kehutanan-BDLHK) yang akan melaksanakan pelatihan lebih lanjut dan mentransfer pengetahuan tambahan dan informasi penting.
Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:
Lutz Hofheinz, manajer bidang strategis, pembangunan KPH
Mohammad Sidiq, Koordinator Provinsi Kalimantan Utara
Jumtani, Koordinator Provinsi Kalimantan Barat
Hutan Kalimantan Timur
Provinsi Kalimantan Timur memiliki luas 16.732.065,18 hektare, dengan luas daratan 12.734.691,75 hektare. Berdasarkan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kalimantan Timur, luas kawasan hutan adalah 8.380.308 hektare dan Areal Penggunaan Lain/Kawasan Budidaya Non Kehutanan seluas 4.319.137 hektare. Kalimantan Timur memilliki hutan dengan karakteristik khusus yaitu hutan tropis humida, yang terdiri dari beragam tipe hutan diantaranya hutan pantai, hutan dipterocarpa dataran rendah hingga hutan pegunungan yang terbagi dalam lima ekosistem, yaitu: rawa air tawar atau riparian, karst, hutan kerangas, mangrove, dan rawa gambut.
Berdasarkan rancang bangun Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) dan setelah pemekaran wilayah provinsi, terdapat 18 unit KPH Produksi, 2 unit KPH Lindung, 1 unit KPH Konservasi Provinsi, 1 unit KPH Konservasi Kabupaten, dan 5 kawasan konservasi.
Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi Kalimantan Timur
Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi (RKTP) merupakan rencana yang berisi arahan-arahan makro pemanfaatan dan penggunaan spasial atau ruang dan potensi kawasan hutan untuk pembangunan kehutanan dan pembangunan diluar kehutanan yang menggunakan kawasan hutan serta perkiraan kontribusi sektor kehutanan di wilayah provinsi untuk jangka waktu 20 tahun. RKTP meliputi seluruh aspek pengurusan hutan yang mencakup perencanaan kehutanan, pengelolaan hutan, penelitian, pengembangan, pendidikan, pelatihan dan penyuluhan, dan pengawasan. Karena bersifat jangka panjang, maka RKTP memuat arahan makro yang bersifat indikatif.
RKTP Provinsi Kalimantan Timur 2011-2030 sudah ditetapkan melalui Peraturan Gubernur Kalimantan Timur tahun 2012. Namun adanya perkembangan pembangunan daerah dan kehutanan yang sangat dinamis, serta terbitnya berbagai kebijakan yang menyangkut keruangan dan kebijakan pengelolaan hutan secara umum menuntut penyelarasan dan penyesuaian rencana jangka panjang tersebut. Beberapa aspek mendasar yang mendorong kebutuhan perubahan RKTP ini adalah:
Revisi Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi Kalimantan Timur disahkan melalui Peraturan Gubernur No. 55 Tahun 2018. Proses Penyesuaian Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi ini dilakukan oleh Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur atas dukungan mitra-mitranya, termasuk GIZ dan Global Green Growth Institute (GGGI).
Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi Kalimantan Timur dibatasi pada pengelolaan kehutanan pada kawasan hutan dalam rentang waktu tahun 2011-2030. RKTP Kalimantan Timur disusun dengan maksud agar dapat memberikan arah pengurusan hutan ke depan untuk dapat mengembalikan potensi multi-fungsi dari hutan dan kawasan hutan serta pemanfaatannya secara lestari bagi kesejahteraan rakyat Indonesia, khususnya rakyat Kalimantan Timur, serta mampu memberikan kontribusi nyata bagi kepentingan pemeliharaan lingkungan global.
Tujuan RKTP Kalimantan Timur adalah:
Dukungan FORCLIME
FORCLIME Kerja Sama Teknis (TC Module) berperan aktif dalam proses penyusunan dokumen revisi RKTP 2011-2030, mulai dari persiapan (rapat koordinasi, rapat pembahasan); mengadakan konsultasi publik; menyediakan tenaga ahli (ahli GIS untuk melakukan analisis spasial, konsultan untuk membantu proses penulisan dan penyuntingan); memfasilitasi proses penetapan peraturan gubernur; dan mencetak dokumen RKTP. Selain itu, FORCLIME juga membantu proses sosialisasi Peraturan Gubernur terkait No.55 Tahun 2018 tentang Perubahan Lampiran Atas Peraturan Gubernur Kalimantan Timur No.19 Tahun 2012 tentang Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi Tahun 2011-2030 kepada para pihak terkait.
Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:
Suprianto, Advisor Teknis Pengelolaan Hutan Lestari
Wandojo Siswanto, Manajer bidang strategis, Kebijakan Kehutanan
Kasmiyati, Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur
Didukung oleh: | |