FORCLIME
Forests and Climate Change ProgrammeTechnical Cooperation (TC Module)
Select your language
“State of Indonesia’s Forest 2024” (SOIFO 2024) secara resmi diluncurkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia pada tanggal 23 Juli 2024, dalam acara side event yang berlangsung pada sesi ke-27 Komite Kehutanan FAO (FAO Committee on Forestry/COFO) di Roma, Italia.
SOIFO mendokumentasikan kebijakan pemerintah yang membahas pengelolaan hutan dan lingkungan selama beberapa tahun. Dokumen tersebut pertama kali diluncurkan pada tahun 2018 dan edisi terbarunya kemudian diterbitkan pada tahun 2020, 2022, dan 2024. Buku ini merupakan publikasi penting Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Indonesia dan memberikan data dan wawasan terkini tentang kondisi hutan Indonesia, termasuk analisis terperinci tentang berbagai tantangan dan peluang yang terkait dengan pengelolaan hutan. Dalam edisi tahun 2024 fokus pada tema "Menuju Keberlanjutan Ekosistem Hutan di Indonesia" dan menyoroti berbagai upaya yang melibatkan penyemaian, penanaman, dan pemanfaatan hutan lestari. Buku ini dapat diakses di situs kementerian.
Mengacu pada Siaran Pers KLHK Nomor: SP. 165/HUMAS/PPIP/HMS.3/7/2024, SOIFO 2024 menyoroti satu fitur penting, khususnya penerapan Sistem Pemantauan Hutan Nasional (SIMONTANA), yang menggunakan penginderaan jauh dan teknologi terestrial untuk menyediakan data real-time tentang sumber daya hutan, keanekaragaman hayati, dan sejumlah aspek penting lainnya. Platform ini berperan penting dalam perencanaan hutan dan strategi mitigasi iklim, serta mendukung tujuan Indonesia untuk mencapai FOLU (Forest and Other Land Use) Net Sink pada tahun 2030.
SOIFO 2022 dan 2024 bertujuan untuk memberikan penilaian terperinci tentang hutan Indonesia, namun dalam SOIFO 2024 memperkenalkan perangkat teknologi yang lebih canggih dan lebih menekankan ketahanan dan keberlanjutan iklim dibandingkan edisi 2022. Peningkatan fokus pada pemantauan data waktu nyata (real-time) dan kolaborasi internasional pada tahun 2024 ini mencerminkan tantangan dan prioritas yang terus berkembang dalam pengelolaan dan konservasi hutan.
Dalam SOIFO 2022 memaparkan gambaran umum yang komprehensif tentang kondisi hutan Indonesia, dengan fokus khusus pada tutupan hutan, laju deforestasi, keanekaragaman hayati, dan upaya konservasi hingga tahun tersebut. Lebih jauh, SOIFO 2022 juga menekankan hasil berbagai kebijakan dan inisiatif pengelolaan hutan yang telah dilakukan selama beberapa tahun terakhir dan dampaknya terhadap keberlanjutan hutan. Pada SOIFO 2022 juga menampilkan tahap-tahap integrasi mendasar dari sistem teknologi yang lebih maju untuk pemantauan dan pengelolaan hutan, termasuk implementasi awal teknologi penginderaan jarak jauh dan GIS. Selain itu, SOIFO 2022 fokus pada evaluasi kebijakan terkait dan efektivitasnya dalam mengurangi deforestasi dan mendorong pengelolaan hutan berkelanjutan, termasuk studi kasus dan contoh proyek dan inisiatif konservasi yang berhasil di seluruh Indonesia.
SOIFO 2024 fokus pada Kerangka Teknologi yang Disempurnakan, Ketahanan dan Keberlanjutan Iklim, Aksesibilitas Data dan Kolaborasi Internasional, serta Sasaran dan Arah Masa Depan. Edisi 2024 memperkenalkan Sistem Pemantauan Hutan Nasional (SIMONTANA), yang merupakan platform yang lebih canggih dan komprehensif untuk memantau sumber daya hutan yang memanfaatkan penginderaan jauh dan teknologi terestrial. SIMONTANA menyediakan data waktu nyata tentang tutupan hutan, keanekaragaman hayati, dan metrik penting lainnya, menjadikannya alat utama untuk perencanaan hutan dan mitigasi iklim. SIMONTANA memastikan bahwa data dapat diakses oleh berbagai pemangku kepentingan, dan memfasilitasi pengambilan keputusan dan perumusan kebijakan yang tepat waktu.
Dokumen SOIFO 2024 memberikan penekanan signifikan pada ketahanan iklim dan keberlanjutan ekosistem hutan, yang mencerminkan semakin mendesaknya penanganan berbagai dampak yang terkait dengan perubahan iklim. Lebih jauh, dokumen ini memaparkan sejumlah strategi dan langkah yang bertujuan untuk meningkatkan ketahanan hutan terhadap perubahan iklim dan tekanan lingkungan lainnya.
Dalam dokumen SOIFO 2024 juga menguraikan tujuan yang jelas untuk mencapai FOLU Net Sink pada tahun 2030, yang menyediakan peta jalan tentang bagaimana Indonesia berencana untuk menyeimbangkan konservasi hutan dengan pembangunan ekonomi. Peta jalan ini mencakup proyeksi dan rencana yang lebih terperinci untuk upaya pengelolaan, restorasi, dan konservasi hutan di masa mendatang.
Dukungan FORCLIME
Sebagai program kerja sama bilateral antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Federal Jerman, FORCLIME mendukung program pengembangan kehutanan dan tata kelola yang dilaksanakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Program-program ini meliputi Kebijakan Kehutanan, Pengelolaan Hutan Berkelanjutan, dan Pengembangan Kapasitas Manusia.
Melalui Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementerain Lingkungan Hidup dan Kehutanan, FORCLIME telah mendukung sejumlah kegiatan terkait penyusunan, pembahasan, soft launch, dan penerbitan SOIFO sejak tahun 2017. Pada SOIFO 2022, FORCLIME terlibat dalam proses pemutakhiran dokumen melalui penyediaan tenaga ahli, keahlian, dan mendukung perbanyakan dokumen. Sementara itu, FORCLIME mendukung sejumlah pertemuan pembahasan dokumen SOIFO 2024.
Rencana ke depan
FORCLIME, meskipun memiliki keterbatasan sebagai sebuah proyek, akan terus mendukung kegiatan prioritas Pusdatin yang berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan Satu Data termasuk pemutakhiran data, statistik, dan informasi tentang kehutanan.
Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:
Fadhilatunnisa Nurhadiza, Junior Advisor untuk Pengelolaan Hutan Berkelanjutan
Mohammad Rayan, Advisor untuk Isu Lintas Sektor dan Pengelolaan Konflik
Wandojo Siswanto, Manajer bidang Strategis untuk Kebijakan Hutan dan Perubahan Iklim
Dalam upaya mempercepat pelaksanaan pembangunan Perhutanan Sosial, Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) menyiapkan Rancangan Peraturan Presiden (Raperpres) tentang Perencanaan Terpadu Percepatan Pengelolaan Perhutanan Sosial pada awal tahun 2022. Untuk itu dilakukan beberapa kali rapat koordinasi, penyiapan dan pembahasan naskah akademik yang dilaksanakan oleh konsultan dengan dukungan FORCLIME. Pada tanggal 30 Mei 2023, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden sebagaimana tersebut di atas untuk menjadi pedoman perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembangunan perhutanan sosial.
Sesuai dengan Peraturan Presiden dimaksud, Perhutanan Sosial adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan hutan hak/hutan adat yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya dalam bentuk hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat, hutan adat, dan kemitraan kehutanan.
Sebelumnya, regulasi terkait Perhutanan Sosial diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 9 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial yang kemudian dimasukkan ke dalam Pasal 29A dan 29B Undang Undang No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK). Undang undang ini menjadi dasar bagi Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan yang dalam salah satu pasalnya mengatur perencanaan terpadu untuk percepatan perhutanan sosial. Menurut Peraturan Presiden ini, yang dimaksud dengan perencanaan terpadu adalah perencanaan yang disusun dalam rangka mendukung percepatan pengelolaan perhutanan sosial secara terintegrasi dan komprehensif antara kementerian/lembaga, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota dan pihak terkait. Sedangkan percepatan pengelolaan perhutanan sosial berarti kolaborasi antara para pihak dalam mempercepat tercapainya target pengelolaan perhutanan sosial yang dilaksanakan secara holistik, integratif, tematik, dan sosial.
Peraturan presiden ini menjadi pedoman bagi para pihak, tidak hanya kementerian/lembaga terkait, namun juga pemerintah daerah, pelaku usaha, akademiasi dan organisasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembagunan perhutanan sosial. Dengan demikian, para pihak mempunyai acuan yang jelas dalam melaksanakan pembangunan perhutanan sosial sebagai bagian dari pembangunan daerah dalam mewujudkan masyarakat sejahtera berbasis pengelolaan hutan lestari.
Dalam rapat terbatas yang diselenggarakan secara daring pada tanggal 3 November 2020, Presiden Joko Widodo menegaskan 2 arahan mengenai Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat berbasis Perhutanan Sosial, yaitu:
Terdapat tiga isu utama terkait perencanaan terpadu yang menjadi pokok bahasan dalam peraturan presiden dimaksud, yaitu distribusi akses legal, pengembangan usaha Perhutanan Sosial, dan pendampingan. Pelaksanaan perencanaan terpadu percepatan pengelolaan Perhutanan Sosial adalah dalam periode tahun 2023 sampai dengan 2030 dengan target distribusi akses legal seluas 7.380.000 hektare yang dilaksanakan melalui beberapa strategi, yaitu: penentuan skala prioritas pemberian akses legal Perhutanan Sosial, penanganan konflik tenurial pada kawasan hutan, dan penguatan mekanisme dan percepatan pemberian Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial.
Substansi dari Peraturan Presiden meliputi upaya percepatan, target dan sasaran, strategi, program dan kegiatan, penetapan Pengembangan Wilayah Terpadu (Integrated Area Development – IAD), pelaksana, monitoring dan evaluasi, dukungan para pihak, sistem informasi berbasis digital, dan aspek pembiayaan.
Peraturan Presiden tentang Perencanaan Terpadu Pengelolaan Perhutanan Sosial disusun secara bertahap melalui pertemuan dan diskusi untuk menyerap aspirasi para pihak yang beberapa diantaranya didukung oleh FORCLIME. Penyusunan Peraturan Presiden ini diawali dengan penyusunan naskah akademik yang memuat masukan para akademisi dan peneliti dan dibahas bersama dengan kementerian/lembaga terkait. Untuk menyusun naskah akademik Raperpers, PSKL bekerja sama dengan tim yang terdiri dari peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan perwakilan Forum Komunikasi Kehutanan Masyarakat (FKKM).
Rapat Koordinasi 05 Agustus 2022 Foto: PSKL
Salah satu konsep yang dibahas dalam naskah akademik adalah konsep joined-up government, yaitu terwujudnya kolaborasi yang konsisten dalam rangka mendukung tujuan secara kolektif. Perlu dilakukan kolaborasi tata kelola pemerintahan dalam perencanaan terpadu secara pembangunan tata kelola dandemokratis meliputi pendistribusian akses legal, pengembangan usaha, dan pendampingan yang berkenaan dengan koordinasi dan integrasi. Secara teoretis, pelaksanaan perhutanan sosial tidak hanya mengandalkan tata kelola yang baik, tetapi lebih dari itu harus mampu menghadirkan sesuatu yang baru, yaitu konsep tata kelola yang baik. Konsep ini didasarkan pada empat prinsip utama: pembangunan, demokrasi, inklusif secara sosial, dan konteks budaya dan sejarah.
Penyusunan Peraturan Presiden tentang Perencanaan Terpadu Percepatan Pengelolaan Perhutanan Sosial dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bersama kementerian/lembaga terkait, yaitu: Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Kementerian Dalam Negeri, Kantor Staf Presiden, Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Bappenas, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal
dan Transmigrasi Republik Indonesia, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan dan Kementerian Pertanian.
Setelah beberapa kali diadakan pertemuan untuk menyerap aspirasi para pihak, khususnya kementerian/lembaga, masyarakat, pelaku usaha, akademisi, praktisi, dan Lembaga Swadaya Masyarakat, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga beberapa kali melakukan pertemuan harmonisasi dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sebelum akhirnya pada tanggal 30 Mei 2023 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2023 tentang Perencanaan Terpadu Percepatan Pengelolaan Perhutanan Sosial ditetapkan dan diundangkan. Peraturan Presiden tersebut memiliki 26 halaman dan 40 halaman lampiran Rencana Aksi Percepatan Pengelolaan Perhutanan Sosial. Salinan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2023 tentang Perencanaan Terpadu Percepatan Pengelolaan Perhutanan Sosial dapat diakses pada link ini.
FORCLIME merupakan program kerja sama bilateral antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Republik Federasi Jerman yang mendukung program pembangunan kehutanan yang dilaksanakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, termasuk Perhutanan Sosial yang juga menjadi prioritas nasional dan dilaksanakan oleh kementerian/lembaga serta pemerintah daerah terkait.
Rapat koordinasi lintas kementerian pada 22 Juli 2022. Dokumentasi: FORCLIME
Dalam rangka percepatan pengelolaan Perhutanan Sosial, Direktorat Jenderal Pehutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan menyiapkan rancangan Perpres tentang Perencanaan Terpadu Percepatan Pengelolaan Perhutanan Sosial pada awal tahun 2022. FORCLIME mendukung kegiatan PSKL tersebut dengan memfasilitasi narasumber dan memfasilitasi beberapa kali kegiatan rapat koordinasi dan FGD hingga terbitnya Perpres No 28 tahun 2023 tersebut diatas.
FORCLIME dengan keterbatasannya sebagai sebuah proyek akan tetap mendukung kegiatan terkait program Perhutanan Sosial, terutama di wilayah kerjanya, yaitu di Provinsi Sulawesi Tengah, Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Daya. Ke depan, di tingkat nasional, FORCLIME akan mendukung PSKL melalui dialog tentang perhutanan sosial termasuk FGD tentang Perpres No 28 tahun 2023 tersebut.
Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:
R. Rizka Dewi Zuleika, Advisor junior bidang pengelolaan hutan lestari
Mohammad Rayan, Advisor teknis lintas bidang dan pengelolaan konflik
Wandojo Siswanto, Manajer bidang strategis, kebijakan kehutanan dan perubahan iklim
Program Perhutanan Sosial
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial merupakan dasar bagi pelaksanaan program Perhutanan Sosial dalam rangka memberikan akses bagi masyarakat dalam pengelolaan hutan sekaligus peningkatan kondisi ekonominya. Dalam peraturan tersebut, Perhutanan Sosial didefinisikan sebagai sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat oleh masyarakat setempat atau Masyarakat Hukum Adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya dalam bentuk Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Adat, dan kemitraan kehutanan.
Realisasi Program Perhutanan Sosial hingga Desember 2022 mencapai lebih kurang 5.318.627.20,97 Ha, dengan jumlah surat keputusan (SK) hak kelola kawasan hutan sebanyak 8.041 untuk 1.188.498 kepala keluarga (KK). Data ini disampaikan dalam acara Sosialisasi Sub Nasional Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 di Provinsi Papua Jayapura pada tanggal 8 Februari 2023 oleh Direktur Bina Rencana Pemanfaatan Hutan, Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dr. Ir. Drasospolino, M.Sc.
Gambar: Ekspose Hasil Verifikasi Usulan Hutan Adat di Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat
dan di Kabupaten Jayapura, Papua pada tanggal 18 Oktober 2022 di Bogor
Foto: FORCLIME
Hutan Adat
Dalam buku Survei dan Indeks Perhutanan Sosial, Jalan Menuju Kesejahteraan Rakyat dan Kelestarian Hutan yang diterbitkan oleh Katadata Insight Center disebutkan bahwa luasan hutan adat saat ini adalah 64% dari 7,4 juta hektare wilayah adat. Hutan Adat merupakan skema pengelolaan hutan yang dilakukan oleh masyarakat adat di wilayah adat berdasarkan nilai-nilai kearifan adat/lokal. Hutan Adat dapat diberikan kepada Masyarakat Hukum Adat (MHA) yang diakui keberadaannya oleh negara dan kemudian ditetapkan melalui Surat Keterangan Penetapan Kawasan Hutan Adat. Hingga Oktober 2022, telah ditetapkan 148.488 Ha Hutan Adat kepada 105 komunitas adat dan indikatif hutan adat seluas 1.090.754 Ha, seperti yang disampaikan dalam Siaran Pers Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Nomor: SP. 296/HUMAS/PPIP/HMS.3/11/2022.
Hutan Adat di Tanah Papua
Berkaitan dengan pembangunan hutan adat di Tanah Papua, terhadap tujuh usulan Hutan Adat dari Masyarakat Adat di Kabupaten Jayapura, Papua dan satu usulan di Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat telah dilakukan verifikasi pada bulan Oktober 2022 oleh Tim Terpadu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia. Tim tersebut beranggotakan perwakilan dari KLHK, tenaga ahli dari IPB University, Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Wilayah Maluku-Papua, akademisi Universitas Cenderawasih, Dinas Kehutanan Provinsi Papua, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Jayapura, dan perwakilan Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA).
Pada Kongres Masyarakat Adat di Jayapura, Papua tanggal 24 Oktober 2022, Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, KLHK menyerahkan secara simbolis surat keputusan (SK) hutan adat kepada perwakilan masyarakat di Stadion Barnabas Youwe, Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua. Tujuh SK Hutan Adat diserahkan untuk enam Hutan Adat di Kabupaten Jayapura, yakni: Marga Syuglue Woi Yansu 15.602,96 hektare; dan Marga Yano Akrua 2.177,18 hektare. Juga, Marga Yano Meyu 411,15 hektare; Marga Yosu Desoyo 3.392,97 hektare; Marga Yano Wai 2.593,74 hektare; dan Marga Takwobleng 404,9 hektare. Dan satu lagi, Marga Ogoney di Distrik Merdey, Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat seluas 16.299 hektare. Dengan ditetapkannya tujuh Hutan Adat pertama di Tanah Papua, maka sampai dengan Desember 2022, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menetapkan sebanyak 105 Hutan Adat di seluruh Indonesia.
Dukungan FORCLIME
FORCLIME merupakan program kerja sama bilateral antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Republik Federasi Jerman yang mendukung program pembangunan kehutanan yang dilaksanakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, termasuk Perhutanan Sosial. Hutan Adat merupakan salah satu skema Perhutanan Sosial yang tidak hanya bermanfaat bagi kesejahteraan Masyarakat Hukum Adat, namun juga untuk melestarikan nilai-nilai dan kearifan lokal dari Masyarakat Hukum Adat.
FORCLIME mendukung Ditjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan dalam persiapan dan proses verifikasi proposal hutan adat di Papua dan Papua Barat pada bulan September hingga bulan Oktober 2022. Dukungan yang diberikan berupa penyediaan tenaga ahli dan pelaksanaan verifikasi teknis di lokasi yang diusulkan menjadi hutan adat di Tanah Papua.
Menindaklanjuti hasil verifikasi tersebut, Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) didukung oleh FORCLIME mengadakan Ekspose Hasil Verifikasi Usulan Hutan Adat di Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat dan di Kabupaten Jayapura, Papua pada tanggal 18 Oktober 2022 di Bogor. Ekspose tersebut dihadiri oleh para pemangku kepentingan terkait. Dalam ekspose disebutkan beberapa manfaat penting Hutan Adat di Tanah Papua adalah sebagai areal penanaman sagu yang merupakan sumber makanan pokok; pemanfaatan getah kayu damar, gaharu, dan untuk pembangunan rumah; tempat berburu rusa dan babi; tempat berkebun buah merah; tempat berkebun keladi, pisang, kasbi, dan nenas; tempat berkebun sayuran; dan merupakan habitat bagi kuskus putih, tikus putih dan burung cenderawasih. Berdasarkan hasil verifikasi teknis di lapangan, tim memberikan rekomendasi penetapan kawasan hutan adat bagi ketujuh Masyarakat Hutan Adat kepada Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan.
Selain itu, FORCLIME juga mendukung proses penyusunan Draft Rancangan Peraturan Presiden untuk Percepatan Perhutanan Sosial di Indonesia pada tahun 2022. Saat ini rancangan Peraturan Presiden tersebut sedang dalam proses harmonisasi lebih lanjut dengan kementerian teknis lainnya, selain dengan Kementerian Sekreatariat Negara. Mengingat proses selanjutnya adalah proses administrasi, FORCLIME tidak dapat mendukung kegiatan tersebut.
Langkah berikutnya
FORCLIME dengan keterbatasannya sebagai sebuah proyek akan tetap mendukung kegiatan terkait program Perhutanan Sosial, terutama di wilayah kerjanya, yaitu di Provinsi Sulawesi Tengah, Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Daya. Ke depan di tingkat nasional, FORCLIME akan mendukung Ditjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan melalui dialog tentang perhutanan sosial.
Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:
R. Rizka Dewi Zuleika, Advisor junior bidang pengelolaan hutan lestari
Mohammad Rayan, Advisor teknis lintas bidang dan pengelolaan konflik
Wandojo Siswanto, Manajer bidang strategis, kebijakan kehutanan dan perubahan iklim
Dalam upaya menyediakan dasar dan pedoman umum bagi perencanaan kehutanan, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menerbitkan Peraturan No.P.41/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2019, tanggal 31 Juli 2019.
Sumber: RKTN 2011-2030
Pasal 1 Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN) 2011-2030 memuat arahan makro pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan untuk pengembangan kehutanan dan pembangunan lainnya yang menggunakan kawasan hutan pada skala nasional untuk jangka waktu dua puluh tahun.
Pasal 1 Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN) 2011-2030 memuat arahan makro pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan untuk pengembangan kehutanan dan pembangunan lainnya yang menggunakan kawasan hutan pada skala nasional untuk jangka waktu dua puluh tahun.
Visi Rencana Kehutanan Nasional tersebut adalah “Tata kelola kehutanan untuk berfungsinya sistem penyangga kehidupan bagi kesejahteraan masyarakat”. Visi tersebut kemudian dibagi menjadi beberapa misi berikut: 1) Menciptakan lahan hutan yang memadai; 2) Mereformasi tata kelola hutan; 3) Melakukan pengelolaan hutan multi-manfaat yang berkelanjutan; 4) Meningkatkan keterlibatan masyarakat dan akses ke pengelolaan hutan; 5) Meningkatkan daya dukung lingkungan; dan 6) Memperkuat posisi kehutanan di tingkat nasional, regional, dan internasional.
Selanjutnya, Pasal 2 berisi arahan bahwa RKTN 2011-2030 menjadi acuan dalam:
a. Penyusunan Rencana Makro Penyelenggaraan Kehutanan;
b. Penyusunan Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi;
c. Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan di Tingkat Kesatuan Pengelolaan Hutan;
d. Penyusunan Rencana Pembangunan Kehutanan
e. Penyusunan Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hutan;
f. Koordinasi perencanaan jangka panjang dan menengah antar sektor; dan/atau
g. Pengendalian kegiatan pembangunan kehutanan.
Sebagaimana butir a, RKTN dijabarkan atau dibuat turunannya dalam Rencana Makro Penyelenggaraan Kehutanan. Beberapa Rencana Makro Penyelenggaraan Kehutanan yang tengah disusun diantaranya:
Rencana Makro Rehabilitasi Hutan dan Lahan Daerah Aliran Sungai
FORCLIME mendukung Direktorat Rencana Penggunaan dan Pembentukan Wilayah Pengelolaan Hutan (RPPWPH), Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL) dalam rangka Penyusunan Rencana Makro Rehabilitasi Hutan dan Lahan Daerah Aliran Sungai (RM-RHLDAS) pada tahun 2020. Dan pada 8 Desember 2020 diadakan Konsultasi Publik untuk RM-RHLDAS. Draft final RM-RHLDAS tersebut kini sedang berada dalam proses peninjauan oleh Biro Hukum KLHK dan dijadwalkan untuk melalui proses harmonisasi peraturan pada awal tahun 2023.
Sebagaimana disebutkan pada halaman 2 dalam draft dokumen dimaksud, RM-RHLDAS pada dasarnya memegang peran penting dalam mewujudkan koordinasi, integrasi dan sinergi para pelaku pembangunan kehutanan dalam penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan melalui pemulihan lahan kritis terkait dan peningkatan daya dukung lahan dalam pengelolaan hutan dan berperan dalam pemulihan dan pengelolaan DAS, serta mengoptimalkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan.
RM-RHLDAS memuat target, arahan kebijakan, dan strategi rehabilitasi hutan dan lahan 20 tahun ke depan, yang menjabarkan arahan dan kebijakan pokok dalam RKTN 2011-2030, guna terjaganya kelestarian manfaat hutan sebagai penyangga kehidupan serta peningkatan produktivitas hutan dan lahan. Rencana Makro ini selanjutnya merupakan instrumen dasar untuk strategi implementasi kerangka kerja, kelembagaan, dan pembiayaan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan serta mempertimbangkan Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai basis pokok analisis dalam perencanaannya.
Rencana Makro Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
Salah satu rencana penyelenggaraan kehutanan yang merupakan penjabaran RKTN adalah Rencana Makro Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (RM-KSDAHE) sebagai acuan dan arahan semua pihak dalam melaksanakan kegiatan pembangunan khususnya bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
RM-KSDAHE menetapkan berbagai arah, sasaran, kebijakan dan strategi ke depan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam dan konservasi ekosistem. Dokumen ini akan menjadi acuan dalam penyelenggaraan kegiatan terkait di tingkat nasional dan daerah. Lebih lanjut, rencana makro tersebut menguraikan posisi Indonesia dalam agenda internasional. Dokumen RM-KSDAHE ini diharapkan dapat menjadi dasar penyusunan Rencana Strategis di bidang pengelolaan sumber daya alam dan konservasi ekosistem serta dapat dijadikan pedoman dalam kaitannya dengan upaya perlindungan keanekaragaman hayati di berbagai wilayah.
RM-KSDAHE merupakan dokumen turunan dari Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN) 2011 - 2030 dan memiliki jangka waktu 20 tahun (2022 - 2042).
FORCLIME mendukung Direktorat Rencana Penggunaan dan Pembentukan Wilayah Pengelolaan Hutan (RPPWPH) dalam rangka Penyusunan Rencana Makro Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (RM-KSDAHE) pada tahun 2021 dan 2022. Pada bulan Maret 2022, Draft Final RM-KSDAHE disetujui oleh Direktur Jenderal KSDAE sebagai pengampu penyelenggaraan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya. Draft final RM-KSDAHE kemudian diserahkan untuk dapat ditinjau lebih lanjut oleh Biro Hukum KLHK dan dijadwalkan untuk melalui proses harmonisasi di awal tahun 2023. FORCLIME mendukung penyusunan RM-KSDAHE melalui fasilitasi tenaga ahli, pertemuan-pertemuan penyusunan, dan masukan teknis.
Rencana Makro Pemanfaatan Hutan
Sumber daya hutan merupakan kekayaan nasional yang harus dimanfaatkan secara adil dan berkelanjutan. Kekayaan sumber daya hutan tersebut berupa barang dan jasa yang berfungsi menjaga dan meningkatkan fungsi produksi dan ekonomi, fungsi ekologi, dan fungsi sosial.
Pemanfaatan sumber daya hutan perlu dilakukan dengan mempertimbangkan kepastian pengelolaan kawasan hutan, potensi, efisiensi, dan peningkatan nilai tambah, kelestarian lingkungan serta dinamika kebutuhan perkembangan sosial dan ekonomi. Tingginya potensi sumber daya hutan harus mampu memberikan sumbangan dalam mewujudkan tujuan nasional sebagaimana amanat konstitusi, yaitu bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Rencana Makro Pemanfaatan Hutan (RM-PH) merupakan penjabaran dan arahan yang bersifat penting, strategis dan lebih detil dari RKTN, sebagai pedoman pelaksanaan kegiatan pemanfaatan hutan, instrumen dasar untuk strategi implementasi pemanfaatan hutan di Indonesia, dan disusun untuk tingkat nasional dengan jangka waktu 20 tahun. RM-PH memberikan arah pemanfaatan hutan ke depan dengan mempertimbangkan karakteristik pulau, pulau besar, potensi multi fungsi hutan untuk pengembangan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat serta untuk mendukung pencapaian posisi penting kehutanan Indonesia di tingkat nasional, regional dan global untuk 20 tahun ke depan.
FORCLIME mendukung Direktorat Rencana Penggunaan dan Pembentukan Wilayah Pengelolaan Hutan (RPPWPH) dalam rangka Penyusunan Rencana Makro Pemanfaatan Hutan (RMPH) di tahun 2022. Pada bulan Desember 2022, Konsultasi Publik Draft Final RMPH telah dilaksankan dan saat ini draft final RM-PH sedang dalam proses finalisasi oleh tim di Direktorat RPPWPH. FORCLIME memberi dukungan dalam fasilitasi tenaga ahli, pertemuan penyusunan draft, dan masukan teknis.
Langkah selanjutnya
Sebagai arahan RKTN 2011-2030 perlu adanya penjabaran atau disusunnya turunan RKTN dalam bentuk Rencana Makro Penyelenggaraan Kehutanan. Beberapa Rencana Makro Penyelenggaraan Kehutanan yang sudah dan tengah disusun adalah RM-RHLDAS, RM-KSDAHE dan RM-PH yang merupakan capaian bagi Ditjen PKTL terutama Direktorat RPPWPH.
Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan di awal tahun 2023 ini berencana mengadakan kegiatan harmonisasi untuk rencana-rencana makro di atas. FORCLIME akan mendukung proses penyelesaian dan pembuatan rencana-rencana makro tersebut.
Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:
R. Rizka Dewi Zuleika, Advisor junior bidang pengelolaan hutan lestari
Mohammad Rayan, Advisor teknis lintas bidang dan pengelolaan konflik
Wandojo Siswanto, Manajer bidang strategis, kebijakan kehutanan dan perubahan iklim
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan raih SDGs Action Award 2022
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dipilih menjadi pemenang pertama Indonesia's Sustainable Development Goals (SDGs) Action Awards 2022 kategori kementerian/lembaga oleh dewan juri karena dinilai konsisten dan terus berinovasi dalam implementasi pengarusutamaan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB)/SDGs atau Agenda 2030.
Menurut Siaran Pers (Press Release) Humas KLHK Nomor: SP.325/HUMAS/PPIP/HMS.3/12/2022, penghargaan diserahkan oleh Kepala PPN/Bappenas, Suharso Monoarfa, kepada Sekretaris Jenderal KLHK, Bambang Hendroyono, yang hadir mewakili Menteri LHK pada pembukaan SDGs Annual Conference 2022 atau SAC 2022, Kamis (1/12/2022).
Indonesia’s SDGs Action Awards 2022 adalah penghargaan yang diberikan dalam rangka memberikan apresiasi bagi pemerintah dan aktor non pemerintah yang konsisten mendukung pelaksanaan TPB/SDGs di Indonesia dan memiliki 11 (sebelas) kategori, yaitu, kementerian/lembaga, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, perguruan tinggi, lembaga penelitian, pelaku usaha besar, pelaku usaha kecil dan menengah, organisasi masyarakat sipil, filantropi, organisasi orang muda, dan media.
Lebih jauh menurut Siaran Pers KLHK, Best Practices dan kegiatan inovatif yang dilakukan KLHK dalam mendukung pencapaian TPB/SDGs digambarkan melalui 3 kegiatan yang meliputi:
Dukungan FORCLIME
Sejak tahun 2018, FORCLIME mendukung KLHK dalam pengarusutamaan TPB/SDGs melalui kegiatan-kegiatan seperti pembentukan kelompok kerja dan penyusunan roadmap kontribusi program/kegiatan terhadap pencapaian TPB/SDGs nasional. FORCLIME juga mendukung beberapa kegiatan KLHK dalam mensosialisasikan, mengadakan, atau mengikuti berbagai pertemuan terkait TPB/SDGs, serta menerbitkan beberapa media publikasi untuk mengajak para pihak, baik internal maupun eksternal KLHK untuk terlibat dalam agenda TPB/SDGs.
Roadmap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pada tahun 2018, FORCLIME mendukung penyusunan Roadmap (peta jalan) Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (TPB KLHK) merujuk pada dokumen Rencana Aksi Nasional (RAN) TPB 2018-2019, Lampiran Peraturan Kepala Bappenas Nomor 7 tahun 2018. Di dalam RAN tersebut dicantumkan beberapa indikator kegiatan KLHK yang masuk ke dalam 7 (tujuh) TPB/SDGs, yaitu Tujuan 3 (Kehidupan Sehat dan Sejahtera); Tujuan 6 (Air Bersih dan Sanitasi Layak); Tujuan 9 (Industri, Inovasi dan Infrastruktur); Tujuan 11 (Kota dan Permukiman Berkelanjutan); Tujuan 12 (Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab); Tujuan 13 (Penanganan Perubahan Iklim); dan Tujuan 15 (Ekosistem Daratan). Di dalam RAN TPB, KLHK merupakan pengampu utama dalam pencapaian tujuan 12, 13, dan 14 serta sebagai pengampu bersama kementerian lain untuk Tujuan 6 dan 11.
Dalam draft Peta Jalan TPB KLHK 2018-2030, dijelaskan bahwa pelaksanaan TPB/SDGs di KLHK merupakan upaya pencapaian kinerja dari seluruh program yang ada dalam kerangka pembangunan berkelanjutan. Pembahasan terhadap pelaksanaan TPB/SDGs KLHK serta kontribusi program KLHK terhadap setiap TPB/SDGs diuraikan secara berurutan, baik yang tercantum di dalam RAN TPB/SDGs 2015-2019 maupun yang tidak termasuk dalam RAN tersebut.
Mainstreaming SDGs
Di tahun 2020, FORCLIME mendukung pembuatan buku Potret Capaian SDGs KLHK 2019 yang merupakan bagian dari kegiatan KLHK dalam pengarusutamaan SDGs di KLHK. Dan di tahun 2021, FORCLIME mendukung pembuatan Buku Antologi Esai Kumpulan Karya Tulis SDGs Kementerian LHK Tahun 2021 dan buku Panduan SDGs Scorecard.
Buku Antologi Esai Kumpulan Karya Tulis SDGs Kementerian LHK Tahun 2021 berisi esai yang ditulis oleh para pemenang lomba karya tulis mengenai upaya pencapaian TPB/SDGs di lingkup KLHK. Sedangkan Buku Panduan SDGs Scorecard merupakan panduan yang diedarkan secara digital dan menjadi salah satu instrumen bagi pengguna (unit organisasi) di lingkup Kementerian LHK untuk secara eksplisit mengungkapkan kontribusi terperinci dari masing-masing Rincian Output (RO) dan komponen yang telah, sedang, dan akan dilakukan ke arah pencapaian TPB/SDGs.
Pada tahun 2022 dalam rangka mensosialisasikan pencapaiannya terkait TPB/SDGs selama tahun 2021, KLHK mengadakan serangkaian pertemuan pada 13 - 14 Maret 2022 di Bogor, Jawa Barat. Pelaksanaan pertemuan hybrid (online dan offline) ini didukung oleh FORCLIME dengan dibuka oleh Prof. Dr. Winarni Dien Monoarfa atas nama Sekjen KLHK. Lebih dari 400 peserta menghadiri pertemuan dan sebagian besar merupakan perwakilan dari kantor kementerian.
Di bulan September 2022, FORCLIME mendukung KLHK dalam persiapan Indonesia SDGs Action Awards 2022. Rapat ini kemudian dilanjutkan dengan pertemuan dalam rangka Pemantapan Pengarusutamaan TPB/SDGs melalui Koordinasi Kerja Sama Dalam Negeri Lingkup LHK di bulan November 2022.
Langkah selanjutnya
KLHK dipilih menjadi pemenang pertama Indonesia's SDGs Action Awards 2022 kategori kementerian/lembaga merupakan sebuah capaian yang signifikan. Untuk mempertahankan capaian sebagai pemenang pertama dibutuhkan kerja keras yang berkesinambungan. Oleh karena itu kelompok kerja TPB/SDGs KLHK berusaha mempertahankan capaian tersebut dengan terus mendorong pengarusutamaan TPB/SDGs di KLHK dengan dukungan setiap unit organisasi di dalam kementerian dan juga para pihak termasuk FORCLIME-TC.
Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:
R. Rizka Dewi Zuleika, Advisor junior bidang pengelolaan hutan lestari
Mohammad Rayan, Advisor teknis lintas bidang dan pengelolaan konflik
Wandojo Siswanto, Manajer bidang strategis, kebijakan kehutanan dan perubahan iklim
Didukung oleh: | |