Dalam rangka pendampingan pada Masyarakat Hutan Adat (MHA) To Lindu di Sulawesi Tengah, FORCLIME bekerja sama dengan Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) Sulawesi Tengah serta para pihak lainnya. FORCLIME berkolaborasi dengan BRWA Sulawesi Tengah dalam penyusunan rencana kegiatan MHA To Lindu dan telah disampaikan kepada para pihak melalui sosialisasi pada bulan Mei lalu. Untuk melihat perkembangan dari kerja sama tersebut, maka diadakan diskusi pada tanggal 26 Juni 2024 di Ruang Pertemuan Desa Tomado, Kabupaten Sigi. Pertemuan tersebut dibuka oleh Sekretaris Kecamatan Lindu, bapak Benyamin, S.Sos., yang mewakili Pemerintah Kecamatan Lindu, dan dihadiri oleh para pihak.
Pada pertemuan tersebut, BRWA menyampaikan hasil proses pendampingan tahap pertama yang telah dilakukan selama 15 hari. Pada fase tersebut, BRWA telah mengidentifikasi lembaga adat MHA To Lindu dan melihat potensi generasi muda yang mengetahui adanya lembaga adat dan tata kelolanya. Keterlibatan generasi muda dalam proses pendampingan merupakan hal yang sangat penting untuk penguatan kapasitas kelembagaan MHA To Lindu dan juga tata kelola hutan adat Suaka Katuvua To Lindu. Dalam pertemuan tersebut, para pihak memberikan masukan atas hasil pelaksanaan fase pertama.
Ketua Majelis Adat To Lindu, Semuel Toley, mengatakan bahwa kolaborasi antara GIZ dan BRWA Sulawesi Tengah dalam proses pendampingan kepada MHA To Lindu sangat penting. “Pemuda-pemuda adat dilibatkan dalam proses ini. Hal ini sangat baik karena siapa lagi yang akan meneruskan jika bukan generasi muda adat To Lindu”, tambah bapak Semuel.
Tindak lanjut dari pertemuan ini adalah:
1. Menyempurnakan aturan adat yang telah disusun (kapotia nulibu) dan melakukan pengukuhan melalui libu ada To Lindu (musyawarah adat).
2. Melakukan sosialisasi aturan adat kepada seluruh kalangan masyarakat.
3. Melakukan proses regenerasi pemuda adat terkait pemahaman kearifan lokal, aturan adat dan budaya To Lindu melalui pelatihan atau lokakarya.
4. Melakukan koordinasi dengan para pihak, termasuk pemerintah setempat, untuk mendukung berjalannya kelembagaan adat dan penerapan aturannya.
5. Membentuk Lembaga Pengelola Hutan Adat (LPHA).
6. Melaksanakan survei spasial dan membuat tanda batas.
7. Menyusun dokumen rencana kelola hutan adat.
Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:
Arif Hidayat, Advisor Junior bidang Kehutanan dan Keanekaragaman Hayati
Ismet Khaeruddin, Advisor Senior, Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Koordinator Provinsi Sulawesi Tengah